Sang Penolong
Dua pekan sudah saya menunda memperbaiki si Eiger, sandal gunung
yang salah satu talinya copot dari ikatannya. Hari ini saya paksakan diri untuk
mengantarnya berobat ke tukang sol, biar saya bisa mengajaknya jalan-jalan lagi
sebagaimana biasa. Kasihan kalo tidak dibawa. Nanti dia tak kenal dengan kota
hujan ini.
Setelah berlama-lama mengitari pasar Parung Bogor, akhirnya Ba’da
dhuhur saya menemukan tukang sol disalah satu sudutnya. Sempat saya putus asa untuk
sekedar menemukan seorang tukang sol dan membatin bahwa akankah saya menemukannya di
pasar kawasan kota hujan ini? Saya berkata begitu dengan alasan sudah
menjamurnya super market dan emol-emol (maksud dari emol itu ialah Mall, hehehe)
yang membuat pasar tradisional disekitarnya sekarat menunggu ajal menjemput. Tak
ayal juga para pedagang mencari penghidupan di dalamnya akan ikut tenggelam
bersama hilangnya si pasar tradisional.
Tukang Sol (Sumber, bagindaery.blogspot.com) |
15 menit, waktu yang tidak
terlalu lama bagi seorang sol seperti lelaki yang cekatan dan periang yang
kutemukan barusan. Dengan topi ala koboy yang telah usang dipadukan dengan baju
dan celana pendeknya yang lusuh. Lelaki paroh baya itu menuntaskan pekerjaannya
memperbaiki Eiger hingga sembuh kembali.
Langit cerah mendadak mendung. Saya bayar gopek jasa si bapak dan
berlari takut ditimpa hujan yang hendak turun. Saya arahkan langkah ke pusat
perbelanjaan untuk membeli barang-barang keperluan sehari-hari. Sesampainya di
lokasi yang dimaksud, Tiba-tiba hujan deras membasahi bumi. Segera saya membeli
beberapa barang yang diperlukan.
Usai sudah. Memperbaiki Eiger dan membeli beberapa kebutuhan. Namun,
bumi belum puas ditangisi hujan. Makin lama makin hebat tangisannya. Biar nggak
bosan, kembali saya menitipkan tas dan masuk lagi kedalam pusat perbelanjaan
melihat-lihat harga, hehehe.
Puas sudah. Hujan diluar sudah agak reda. Saya lihat ada angkot
arah Parung dari Ciputat berhenti. Takut kebasahan oleh rintik hujan, Saya naiki
angkot Ciputat hendak ke Parung. Dibelakang saya ada beberapa orang menyusul. Dia
menanyai saya hendak kemana. Mau ke Parung, Jawab saya. Kemudian dia utarakan
bahwa dia dan beberapa orang lainnya yang belakangan kutahu semuanya keluarganya
mau ke Jampang.
Angkot Ciputat-Parung (Sumber, kabartangsel.com) |
“Langsung ke Jampang?” tanya saya sembari melirik barisan kata
Ciputat-Parung.
“Iya” jawab Ibu yang saya tanyai singkat.
“Ups, ngapain turun di Parung skalian aja ke Jampang”. Saya membatin.
Memanglah tujuan saya ke Jampang, tempat dimana saya tinggal. Kalau dari arah
Ciputat letak Jampang belakangan setelah Parung.
Akhirnya saya sampai di Bumi Pengembangan Insani (BPI), “rumahku”
“Turun disini?” sang sopir yang tak tahu menahu status saya bertanya
kaget.
“Bukannya masuk rombongan orang yang menyewa angkot ini!” lanjut
si sopir.
Kali ini saya yang dibuat kaget. Apa? Angkot sewaan? Saya tak
menduga sebelumnya. Ibu dan keluarganya yang menyewa angkot semuanya
tersenyum. Sementara saya hanya terperanjat mematung setelah turun dari
angkot.
“Terima kasih Bu...” Hati saya berteriak.
Hmm... sang penyelamat saya dari kehujanan. sang penolong hujan...
Semoga saya bisa juga membantu orang yang kesusahan nantinya. ۩
Leave a Comment