Kejujuran

HUDA MENINGGALKAN kelas setelah ujian usai. Dengan langkah lunglai disusurinya koridor kampus. Dia belok kanan menuju kelas paling ujung. Di pojok kelas itu dia terduduk lesu. Batinnya berkecamuk. Dia tak percaya pada penglihatannya dalam ruang ujian. 

Dalam perasaannya yang tak menentu, tiba-tiba terbayang olehnya Bu Lia yang pernah menjadi wali kelasnya semasa SMA dulu. Dimatanya, Bu Lia adalah sosok guru yang idealis. Guru yang terkenal dengan keberaniannya; tak takut dibenci dan dicaci bila yang disampaikannya itu adalah kebenaran. 
Huda ingat betul petuah-petuah yang selalu didengarnya dari Bu Lia. 

Suatu pagi, dengan semangat membara Bu Lia menyajikan materi ajarnya. Huda menyimak dengan penuh perhatian.

"Siapakah yang tahu dengan Robin Hood?" Bu Lia memulai pelajaran. Beberapa siswa mengacung tangan memberi jawaban. Ada yang menjawab Robin Hood adalah super hero, pahlawan antah barantah, dll. Mendapat jawaban dari muridnya Bu Lia tersenyum dan mengatakan bahwa pelajaran kali ini adalah tentang mencuri.

"Mencuri adalah mengambil hak orang lain tanpa izin pemiliknya. Hukumnya haram, dosa. Maka..."

Penjelasannya terputus. Dilihatnya Safna, teman Huda mengangkat tangan. Ada sesuatu yang ingin ditanyakannya. 

"Bu, Saya dengar mencontek termasuk kategori mencuri juga, apakah itu benar?"

Bu Lia tersenyum, lalu menjawab. 

"Jika mencuri adalah haram, maka mencontek juga haram. Karena tak ada bedanya antara mencuri dan mencontek. Keduanya sama-sama merampas hak orang lain."

Huda manggut-manggut mendengar jawaban gurunya dan ditulisnya di catatan hariannya. Pelajaran dilanjutkan. Dari depan kelas kembali lisan Bu Lia Berujar.

"Ada yang mendengar kecelakaan beruntun?"
Tanya Bu Lia retoris.

"Mencontek sama dengan kecelakaan beruntun, ia akan melahirkan kejahatan-kejahatan selanjutnya. Seandainya seseorang mencontek, lalu meraih nilai bagus dari contekannya dan mendapatkan kerja dan uang dari kerjanya. Berarti uang yang diperolehnya adalah haram. Sebab hasil contekan tadi yang hukumnya haram"





HUDA TERMENUNG mengingat Amalia Kamalia, gurunya. Dicobanya menepis pengalaman buruk yang barusan dialaminya, tetap tak bisa. Matanya menerawang menatap langit-langit koridor. Disana ditemukannya suatu kekuatan. Ya, dia makin dikuatkan dengan "peristiwa dahsyat" dalam ruang ujian. 

"Sudahlah, aku ingin keberkahan ilmu. Kejujuran modal utamaku. Toh, aku kan telah berusaha semampuku. Hasilnya kan kutunggu, makasih guru Amalia yang telah menasehatiku"

Huda beranjak dari tempat duduknya. Dia berlalu pergi meninggalkan kampus yang mulai sepi dari kejujuran.
 

**
HUDA TELAH memperkirakan sebelumnya bahwa nilai hasil ujiannya tidak akan sebagus teman-temannya. Ditiliknya lembaran berisi nilai hasil ujian semester miliknya. Tertera disana nilai Genetikanya "Be" doang tanpa embel-embel. Dia tersenyum. Cukup puas dengan jerih payahnya selama ini. 

Berbicara genetika, Huda dan teman-temannya beserta mahasiswa lainnya sepakat kalau mata kuliah yang satu ini merupakan kuliah yang sulit; pertama sulit dipahaminya, karena memang dia sedikit phobia dengan angka dan turunan serta segala hal yang berbau hitung-hitungan. Lalu sulit dengan dosennya; mengajar seadanya, menggunakan "metode isyarat," ~bisa dibilang begitu karena selama dia mengajar hampir tanpa suara (malas kale ye hehehe), hanya mengandalkan gerakan yang sukar untuk dimengerti. Apalagi didukung oleh tampangnya yang horor; rambut gondrong acak-acakan, kaca mata tebal bertengger di depan mata yang keliatan melotot, sesekali bersuara membuat bulu kuduk berdiri ketakutan. Tak salah lagi kalo 77% mahasiswanya menyematkan kata "killer" dikokarde kedosenannya. 

Disisi lain, Huda merasa kasihan melihat temannya yang selalu menggaungkan "Aljimatu minal sukses" setiap agenda ujian menjelang memperoleh nilai bagus. Mereka tampak bahagia dengan hasil kecurangan mereka. Yang paling bikin jantung sampe usus Huda teriris-iris ialah setelah tahu seorang temannya yang "berjimat" dalam ujian memperoleh nilai anjlok, dikertasnya tergores kapital E.
 Aduhai...

DI RUANGAN mungil dengan tirai pembatas. Huda dan teman se-"gank"-nya tengah larut dalam diskusi membahas strategi "seruan" mereka. Salah satu point diskusi mereka ialah bagaimana meyakinkan "objek seruannya" agar mereka paham bahwa mencontek itu haram. Lama sekali point tersebut dibahas sehingga mereka dapati strategi jitu yang tinggal dijalankan.

"Teman-teman, ketahuilah bahwa nilai yang tercantum diatas kertas itu hanyalah simbol. Yang paling penting bagi kita adalah proses mendapatkannya, bukan hasilnya. Berbanggalah teman-teman dengan hati yang masih digelayuti kejujuran. Tetaplah istiqomah dan marilah kita ajak teman-teman kita yang lain untuk menerapkan kejujuran dimana dan kapanpun."

Ulil, senior Huda yang memimpin rapat mengakhiri pertemuan pagi itu.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.