Jumat, 07 April 2017

Paket Kejutan


Pagi masih muda. Di anak tangga kelima, di depan pintu kelasnya, ibumu tegak berdiri. Biasanya untuk menunggu dan mendampingi siswanya memuraja’ah hafalan Al-Qur’an. Kali ini beda, bola matanya manatap jauh ke depan, perlahan menyapu sesudut lapangan. Tampak olehnya para siswa tengah menyusun barisan. Hari ini akan ada upacara bendera di sekolah, tempat ibu dan ayahmu mengajar, Nak.

“Bu Heni menang kuis, ya?” Buk Wina, kawan ibumu tetiba membuyarkan tatapannya. Darah ibumu berdesir. Terkejut. Mukanya ditolehkan ke sumber suara. Dahinya mengerut penuh tanda tanya. Menang kuis? Kuis apaan?.

“Di kantor ada paket. Dari program kuis Abatasa sepertinya. Teruntuk Bu Heni katanya” kawan ibumu itu bagai membaca pikiran ibumu. Ah, rasanya saya ndak ada ikut kuis itu. Mana mungkin menjadi pemenang. Kembali ibumu membatin dalam diam.

“Ambil nanti ya Bu Hen.” Ucap Buk Wina mengakhiri, diikuti langkahnya meninggalkan ibumu yang masih mematung di anak tangga kelima.

***
Semenjak mendapat kabar tentang kehadiranmu. Gairah ayahmu makin meletup menjalani hari-harinya. Air mukanya menyiratkan semangat itu, Nak. Ayahmu berpagi-pagi guna beberas rumah. Pekerjaan yang biasa dilakoni ibumu, ayahmu yang kini memeraninya: mencuci pakaian, bebersih peralatan dapur, hingga menyapu lantai. Ayahmu tak berkehendak bila terjadi sesuatu yang buruk terhadap ibumu, tepatnya terhadap dirimu, Nak. Ia begitu bahagia menanti kedatanganmu. Sebab itu, ia ingin memanjakan ibumu, menjaga kesehatanmu. Ah, andai kau hadir dan dapat menyaksikannya langsung, dipastikan kau akan terbakar pula oleh semangat ayahmu itu.

Menjaga kesehatanmu dengan memanjakan ibumu tidaklah cukup baginya. Ayahmu ingin mendidikmu menjadi anak yang terbaik dari segala hal di masa nanti, masa saat kau telah hadir di hadapannya. Sebab itulah ia mulai berburu referensi yang menyangkut dengan “ke-Ayah-an.” Seperti siang ini, bakda salat zuhur, di meja kerjanya, ayahmu telah berada di depan Acy, laptop mungilnya. Ayahmu mengajak Acy mencari referensi perihal ‘Cara Mendidik Anak.’ Beberapa artikel dan buku telah diunduhnya untuk dipelajari.

Ada satu buku yang menggoda hatinya. Ingin sekali dia memilikinya. Di toko buku yang ada tak jauh dari tempat tinggal ayahmu, belum ada nampak dipajang itu buku. Benar saja, buku itu ternyata dijual secara indie. Ayahmu langsung memesan. Tinggal transfer uang pembeliannya. Ditengoknya arloji di tangan. Istirahat masih tersisa 25 menit lagi. Beranjaklah ayahmu dari tempat duduknya menuju Anjungan Tunai Mandiri terdekat.

“Uda!”
Terdengar panggilan ibumu. Ayahmu menghentikan langkah, membalikkan badan dan mengabulkan lambaian tangan ibumu.

“Mau kemana?” belum sempat membuka mulut, tangan ayahmu ditarik ibumu. Ayahmu menurut bagai kerbau dicucuk hidungnya.

“Da, Hani dapat paket…” Ibumu memamerkan seonggok bungkusan, mengambil posisi duduk dan menceritakan kejadian pagi tadi ketika ditemui karibnya.

“Uda mau menansfer uang untuk pembelian sebuah buku” bersiap ayahmu mengatur langkah.

“Tunggu dulu. Apa Uda ndak penasaran dengan ini paket?“Jemari ibumu mulai membuka bungkusan di tangannya. Ada harapan bahwa isi bungkusan itu adalah setelan gamis yang selama ini diidamkan ibumu. Atau daster yang dapat menyamankan tubuhnya nanti. Atau pakain bayi yang kelak dapat kau pakai, Nak. Perlahan, terdengar derik sobekan plastik dan kertas pembungkus paket. Tiadalah lama. Nampaklah isi bungkusan itu.

“Sebuah buku, Da!” ibumu setengah berpekik. Disela keriangan hatinya, nampak ada rona kecewa mengurat di wajah ibumu itu. Ayahmu reflek menjatuhkan pandangannya pada benda yang masih tergolek di tangan ibumu.

“MasyaAllah…” intonasi ayahmu menyaingi pekikan ibumu. Matanya berkaca-kaca.

“Padahal Uda hendak menansfer uang untuk membeli buku ini, Han.”

“Apa?! Betulkah, Da?” sorot mata ibumu menukik bola mata ayahmu bagai tak percaya.

“Alhamdulillah. Berarti Allah mengirimi buku ini khusus buat Uda”
Ayah dan ibumu mengharu biru menatap buku “Islamic Parenting” goresan tangan Syaikh Jamal Abdurrahman itu.

“Dikirim oleh siapa, Han?” Ayahmu penasaran. Siapakah gerangan pengirim paket itu sebenarnya. Apakah betul dari Kuis Abatasa, program salah satu tipi seperti yang tertera di alamat pengirim? Atau jangan-jangan….

Ibumu membolak-balik buku, mencari muasal pengirim, mana tau ada yang keselip di salah satu halamannya. Tak ada pertanda. Ibumu beralih mengobrak-abrik pembungkus paket. Nihil pula hasilnya. Ibumu mengangkat bahu, lalu menatap ayahmu. Ayahmu meraih buku yang masih bertengger di tangan ibumu. Ia segera membolak-balik buku. Mengulang apa yang diperbuat ibumu sebelumnya. Lembar demi lembar dijajahinya. Tetiba, secarik kertas jatuh dari salah satu halaman buku. Ayahmu meraihnya. Tergores sebait kalimat disana,

Cik Hen, Selamat menikmati masa penantian dedek bayinya. Semoga buku ini bisa menjadi teman belajar. Belajar menjadi ibu-ayah dalam mendidik anak serupa Rasulullah menempa generasi.

Tulisan Icus, sahabat ibumu yang bermukim di Sumatra bagian Utara.[]

Bukit Tempayan di awal Februari 2017