Rabu, 30 Januari 2013

SISWA DIMATAKU...

Bagiku, ciri-ciri seorang anak yang pintar itu ialah pendiam (Cieee... ), selalu bersikap dan duduk manis saat pelajaran dijelaskan (Hmm... boleh juga tuch), kaca mata tebal selalu bertengger didepan matanya dengan kepala sedikit botak dan licin (Kayak profesor ea xixixixi???), tak banyak gerak beranjak dari kursinya (emangnya patung apa? Kagak gerak-gerak hahaha), tidak suka bikin onar di kelas serta patuh dan taat pada ucapan sang guru (tepatnya tidak nakal, hihihi). Tapi, itu pendapatku pada zaman dahulu kala. Zaman ketika otak ini belum tersambung sempurna dengan simpul-simpul yang dia punya kawan. Sekarang, semuanya berubah total. Fakta yang membuat semuanya berbalik 360 derajat. Disanalah baru ku tahu bahwa aku telah dewasa (Hah! apa kaitannya).

Adalah Hezelfati, seorang siswa yang duduk dibangku kelas I C di sekolah tempatku magang saat ini. Jumpa pertama kali, hatiku tiada terpikat sama sekali. Teman sejawatnya bilang bahwa dia “nakal” sekali. Mengusik ketenangan teman-temannya terutama yang siswi. Lihat saja, dalam sekejap segera dia beranjak meninggalkan kursi. Berjalan sana-sini, menganggu teman-temannya yang lagi konsentrasi. Nggak mau nulis. Kalaupun ada, itupun lambat sekali. (Halah... siswa yang tak masuk kategori pintar versiku, ). Eits, tunggu dulu. Selama kuhadir dikelasnya ini sebagai observator profesional, kudapati ada yang berbeda dari diri Hezelfati. Walaupun digosipin nakal, Hezelfati seorang yang bertanggung jawab juga, coba perhatikan dipojok kelas sana tempat dimana dia berada. Dia sedang menuntaskan pekerjaan yang ditugaskan gurunya menyelesaikan tulisan. Hmm... lambat memang, namun tetap berusaha mengerjakan. Kontras sekali dengan teman semejanya, diam saja sedari awal memasuki kelas, termenung layaknya orang yang tengah ditimpa musibah, air mukanya bermuram durja, enggan menggoreskan tinta bolpoin diatas kertasnya, bila ditanya tak ada jawaban. Tapi kalau sudah tiba waktunya makan siang, nasi sepiring tak cukup buatnya seorang (tak heran jika tubuhnya tumbuh subur hehehehe )

Hezelfati Sofar Raisyah, Siswa 1A Birdain


Kupelajari lagi diri bocah yang kerap disapa Hezel ini, dia seorang yang kritis bin kritisi. Teringat olehku beberapa waktu lalu, dia bertanya ini-itu. Kewalahan aku dibuatnya. Bahkan dia juga men-judge diriku belum gosok gigi lantaran aroma mulutku bau sekali. Padahal hari itu aku sedang menjalan sunah Nabi, shoum senin-kamis.

Tepat dipenghujung pelajaran. Guru didepan kelas bertanya mengenai materi yang disajikan hari itu seolah menguji Hezel. Di sudut ruangan mungil ini aku berdiri dengan tangan berpangku di depan dadaku berlagak sok tahu. Suara lantang sang guru menggetarkan kelas menanyai Hezel. Diluar dugaan, ternyata si cilik bernama lengkap Hezelfati Sofar Raisyah yang kuanggap non-pintar ulah versiku itu mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan gurunya. Bahkan, yang membuat hatiku jadi jatuh padanya ialah Hezel malah banyak bertanya hal-hal yang tidak kusangka-sangka sebelumnya (pastinya masih berhubungan dengan pelajaran Lha... Usahlah mikir macem-macem ). Gugurlah semua kategori “Siswa Yang Pintar” versiku ulah kenyataan ini.

Selain Hezel, ada juga siswa unik yang kujumpai disekolah ini. Namanya Farrel, siswa yang saat tulisan ini kubuat dia sedang duduk di kelas VI B. Selasa kemarin, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mengajar di kelasnya berhalangan hadir. Aku diminta untuk menggantikan. Pertemuanku yang pertama ini dengannya membuatku agak sanksi bahwa si Farrel akan bisa mengikuti rangkaian materi Zakat yang hendak kusampaikan. Pasalnya, bocah berambut kriwil itu dari awal tidak pernah menyimak apa yang kusuguhkan. Dia sibuk sendiri dengan dunianya dan mengajak teman sepermainannya untuk bercerita ngalor-ngidul. Aku memelas dada dan menghela napas panjang melihat pemandangan kelas siang itu. 
Siswa kelas VI, Farrel
Diakhir pelajaran aku berikan tes lisan untuk semua siswa. Tanya jawab seputar Zakat memenuhi ruangan kelas berhiaskan banyak display ini. Tibalah giliran Farrel mendapatkan tes lisan. Dan lagi-lagi aku dikagetkan oleh bocah yang kukira tak pernah memperhatikan omonganku itu, Farrel dengan gagah berani mempersembahkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan yang kuberi. Hah... sudah dua kali percobaan “Teori Siswa Pintar” versiku tak terbukti pasti.

Berbeda dengan Hezel dan Farrel. Putri, teman sekelas Farrel memenuhi semua kriteria “Teori Siswa Pintar” versiku. Siswa berjilbab rapi itu duduk dibangku paling depan. Dia seorang yang pendiam, selalu bersikap dan duduk manis saat pelajaran dijelaskan, tidak berkaca mata tebal layaknya seorang profesor dengan rambutnya yang banyak rontok, tak banyak gerak beranjak dari kursinya, tidak suka bikin onar di kelas serta patuh dan taat pada ucapan sang guru. Dengan sikap yang ditampilkannya itu kukira dia murid yang pintar. Namun, saat tes lisan kuberikan pada Putri. Ternyata apa yang terjadi? Walah... walah, nyatanya Putri memang siswi yang pintar. Hahaha (Huray... Teoriku terbukti). Dia memberikan jawaban yang hebat tak kalah dari jawaban Si Farrel.

Hmm... Dalam ilmunya ternyata gaya belajar setiap orang itu memang berbeda-beda. Ada siswa dengan kemampuan Visual-nya dominan, yaitu mempelajari sesuatu dengan kapasitas untuk memikirkan imaji-imaji dan gambar, mampu melakukan visualisasi dengan tepat walau dalam bentuk abstrak. Orang dengan gaya belajar seperti ini berpotensi sekali untuk menjadi pematung, artist, penemu, architect, mekanik, tukang mesin, dan masinis. Seperti kisahnya Putri diatas, siswa dengan kemampuan Visual-nya yang tinggi. Kemudian ada Kinestetik, yaitu gaya belajar dengan kemampuan untuk mengendalikan gerakan tubuh dan terampil memegang alat-alat. Potensi yang dimiliki anak ini adalah menari, olah raga/tubuh, praktek langsung, acting. Potensi karir orang yang belajar dengan gaya kinestetik ini ialah atlit, guru olah raga, dancer, aktor, dan petugas pemadam kebakaran. Ini gayanya Hezel si lincah itu. Sedangkan si Farrel dia termasuk yang cerdas dikategori Verbal-Linguistic Intelligence, yang memiliki ciri-ciri keterampilan verbal yang berkembang dengan baik dan kepekaan terhadap suara, arti dan ritme kata-kata. Potensinya kira-kira dalam hal sastrawan, jurnalis, pengarang buku, guru, pengacara, politisi, dan penterjemah.

Sekarang baru kutersadar bahwa siswaku semuanya pintar. Yah... tentunya ada kelebihan dan kekurangan. Sebagai guru mustinya aku mampu memahami kelebihan dan kekurangan itu, bukannya men-judge langsung bahwa murid itu pintar dan yang ini tidak pintar. Okelah, saat ini tak apa-apa. Kuakui kusalah nilai. Kesalahan untuk belajar, bukan? Selama ini, sebanyak itulah ilmuku baru mengenai siswa dimataku. Kini dan esok hendak kutambah ilmunya. Hehehe []






0 komentar: