Minggu, 13 Januari 2013

Antara Aku dan SGI



Hampir dua jam aku terkurung dalam mobil yang menjemputku dari Bandara Soeta menuju Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa Bogor. Kulirik arloji yang menempel di tangan, Pukul 20.30 WIB. Masih lamakah perjalanan ini? Batinku.

Tepat pukul 21.00 WIB aku menghirup udara Jampang. Keluar dari mobil. Sejenak melihat sekeliling seolah mengawasi. Terpampang “bendulan” bertuliskan Lembaga Pengembangan Insani (LPI). 

“Assalaamu’alaykum, Selamat datang di Bumi Pengembangan Insani” Ujar salah seorang yang menjemputku, sepertinya dia staf SGI.

Aku mengekor orang yang barusanku bersuara. Dikenalkannya aku dengan tempat yang akan menjadi naunganku selama meraup ilmu di sekolah ini, Paviliun IV.

***


Hari-hariku berlalu dengan kebahagiaan. Tak terasa sudah tiga bulan aku menjajaki tanah Jampang. Aku duduk di teras asrama memandang lukisan alam Bogor yang terpampang didepanku. Semilir angin menyapa. Dia membawaku mereka ulang kejadian yang telah kulewati selama di SGI. Semuanya terbayang nyata.

***

“Saya ingin mengabdikan ilmu yang kudapat buat kemajuan Islam. Bukan buat asing, apalagi untuk Yahudi, Tidak!” Motivasi pertama dari Bambang Suherman yang tak akan kulupa. Aku merinding mendengar apa yang dikatakan dosen yang sempat bergabung dengan perusahaan asing yang tidak banyak memberi keuntungan buat khalayak ramai khususnya Islam. Betul itu pak, banyak orang memandang muslim sebelah mata; tak bisa diandalkan. Sebabnya simpel saja banyak muslim “menyumbangkan” ilmu buat asing,  enggan dipersembahkan untuk kemajuan islam. “Inilah yang kucari, Yak... Ilmu dan ragaku buat Islam” gumamku.
“Anda sebenarnya memiliki kemampuan yang lebih dari apa yang anda bayangkan. Karena ruang gerak yang terbatas, menyebabkan potensi anda terkungkung. Maka luaskanlah ruang hidup anda untuk berekspresi” Lanjut pak Bambang dengan materi ke-Dompet Dhuafaan. Semangatku terbakar dan tekad untuk menjadi yang terbaik terpatri dikalbuku.

Tak ada yang sia-sia kurasa. Pun sewaktu agenda Militery Super Camp (MSC) berlangsung tak sedikit pula ilmu dan motivasi penyemangat yang kuraih. Masih terngiang kalimat motivasi yang disampaikan oleh salah seorang instruktur MSC,

“Biasakanlah dirimu hidup dalam keadaan yang terbatas sehingga kamu mampu bertahan saat ditempatkan didaerah yang tak luput dengan keterbatasan. Dan ingat, setiap kali kamu memberikan sesuatu, kamu harus siap survive

Ah, tak ada sesal dihatiku menuntut ilmu di SGI ini. Setiap kata adalah motivasi meski sesekali merasa tersisih. Kualitas para dosen yang memberi kuliah tak usah diragukan lagi, yang mampu menyakinkan peserta didiknya unjuk gigi. Aku bangkit dari posisi dudukku. Kuhela napas panjang. Kurasakan damai disana. Otak beserta simpul sarafnya menguntai kata,

“Dulu saya kesulitan dalam menulis, tak terlalu kenal dengan keilmuan jurnalisme pendidikan, Fotografi, Seni peran dan Public Speaking, Komunikasi dan Advokasi, Berpikir kritis dan kreatif, Character Building, ICT, Multiple Intellegence, Quantum Teaching, Manajemen Kelas dan Media Pembelajaran: Display, Authentic Media, psikologi. Tapi setelah bergabung dalam kelasnya SGI semuanya kuraih. Terima kasih SGI”

(Ups, kalimat terakhir tersebut tak ada sangkut pautnya dengan pengobatan di klinik Tumpank lho, hehehe) :D

0 komentar: