Rabu, 30 Januari 2013

SISWA DIMATAKU...

Bagiku, ciri-ciri seorang anak yang pintar itu ialah pendiam (Cieee... ), selalu bersikap dan duduk manis saat pelajaran dijelaskan (Hmm... boleh juga tuch), kaca mata tebal selalu bertengger didepan matanya dengan kepala sedikit botak dan licin (Kayak profesor ea xixixixi???), tak banyak gerak beranjak dari kursinya (emangnya patung apa? Kagak gerak-gerak hahaha), tidak suka bikin onar di kelas serta patuh dan taat pada ucapan sang guru (tepatnya tidak nakal, hihihi). Tapi, itu pendapatku pada zaman dahulu kala. Zaman ketika otak ini belum tersambung sempurna dengan simpul-simpul yang dia punya kawan. Sekarang, semuanya berubah total. Fakta yang membuat semuanya berbalik 360 derajat. Disanalah baru ku tahu bahwa aku telah dewasa (Hah! apa kaitannya).

Adalah Hezelfati, seorang siswa yang duduk dibangku kelas I C di sekolah tempatku magang saat ini. Jumpa pertama kali, hatiku tiada terpikat sama sekali. Teman sejawatnya bilang bahwa dia “nakal” sekali. Mengusik ketenangan teman-temannya terutama yang siswi. Lihat saja, dalam sekejap segera dia beranjak meninggalkan kursi. Berjalan sana-sini, menganggu teman-temannya yang lagi konsentrasi. Nggak mau nulis. Kalaupun ada, itupun lambat sekali. (Halah... siswa yang tak masuk kategori pintar versiku, ). Eits, tunggu dulu. Selama kuhadir dikelasnya ini sebagai observator profesional, kudapati ada yang berbeda dari diri Hezelfati. Walaupun digosipin nakal, Hezelfati seorang yang bertanggung jawab juga, coba perhatikan dipojok kelas sana tempat dimana dia berada. Dia sedang menuntaskan pekerjaan yang ditugaskan gurunya menyelesaikan tulisan. Hmm... lambat memang, namun tetap berusaha mengerjakan. Kontras sekali dengan teman semejanya, diam saja sedari awal memasuki kelas, termenung layaknya orang yang tengah ditimpa musibah, air mukanya bermuram durja, enggan menggoreskan tinta bolpoin diatas kertasnya, bila ditanya tak ada jawaban. Tapi kalau sudah tiba waktunya makan siang, nasi sepiring tak cukup buatnya seorang (tak heran jika tubuhnya tumbuh subur hehehehe )

Hezelfati Sofar Raisyah, Siswa 1A Birdain


Kupelajari lagi diri bocah yang kerap disapa Hezel ini, dia seorang yang kritis bin kritisi. Teringat olehku beberapa waktu lalu, dia bertanya ini-itu. Kewalahan aku dibuatnya. Bahkan dia juga men-judge diriku belum gosok gigi lantaran aroma mulutku bau sekali. Padahal hari itu aku sedang menjalan sunah Nabi, shoum senin-kamis.

Tepat dipenghujung pelajaran. Guru didepan kelas bertanya mengenai materi yang disajikan hari itu seolah menguji Hezel. Di sudut ruangan mungil ini aku berdiri dengan tangan berpangku di depan dadaku berlagak sok tahu. Suara lantang sang guru menggetarkan kelas menanyai Hezel. Diluar dugaan, ternyata si cilik bernama lengkap Hezelfati Sofar Raisyah yang kuanggap non-pintar ulah versiku itu mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan gurunya. Bahkan, yang membuat hatiku jadi jatuh padanya ialah Hezel malah banyak bertanya hal-hal yang tidak kusangka-sangka sebelumnya (pastinya masih berhubungan dengan pelajaran Lha... Usahlah mikir macem-macem ). Gugurlah semua kategori “Siswa Yang Pintar” versiku ulah kenyataan ini.

Selain Hezel, ada juga siswa unik yang kujumpai disekolah ini. Namanya Farrel, siswa yang saat tulisan ini kubuat dia sedang duduk di kelas VI B. Selasa kemarin, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mengajar di kelasnya berhalangan hadir. Aku diminta untuk menggantikan. Pertemuanku yang pertama ini dengannya membuatku agak sanksi bahwa si Farrel akan bisa mengikuti rangkaian materi Zakat yang hendak kusampaikan. Pasalnya, bocah berambut kriwil itu dari awal tidak pernah menyimak apa yang kusuguhkan. Dia sibuk sendiri dengan dunianya dan mengajak teman sepermainannya untuk bercerita ngalor-ngidul. Aku memelas dada dan menghela napas panjang melihat pemandangan kelas siang itu. 
Siswa kelas VI, Farrel
Diakhir pelajaran aku berikan tes lisan untuk semua siswa. Tanya jawab seputar Zakat memenuhi ruangan kelas berhiaskan banyak display ini. Tibalah giliran Farrel mendapatkan tes lisan. Dan lagi-lagi aku dikagetkan oleh bocah yang kukira tak pernah memperhatikan omonganku itu, Farrel dengan gagah berani mempersembahkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan yang kuberi. Hah... sudah dua kali percobaan “Teori Siswa Pintar” versiku tak terbukti pasti.

Berbeda dengan Hezel dan Farrel. Putri, teman sekelas Farrel memenuhi semua kriteria “Teori Siswa Pintar” versiku. Siswa berjilbab rapi itu duduk dibangku paling depan. Dia seorang yang pendiam, selalu bersikap dan duduk manis saat pelajaran dijelaskan, tidak berkaca mata tebal layaknya seorang profesor dengan rambutnya yang banyak rontok, tak banyak gerak beranjak dari kursinya, tidak suka bikin onar di kelas serta patuh dan taat pada ucapan sang guru. Dengan sikap yang ditampilkannya itu kukira dia murid yang pintar. Namun, saat tes lisan kuberikan pada Putri. Ternyata apa yang terjadi? Walah... walah, nyatanya Putri memang siswi yang pintar. Hahaha (Huray... Teoriku terbukti). Dia memberikan jawaban yang hebat tak kalah dari jawaban Si Farrel.

Hmm... Dalam ilmunya ternyata gaya belajar setiap orang itu memang berbeda-beda. Ada siswa dengan kemampuan Visual-nya dominan, yaitu mempelajari sesuatu dengan kapasitas untuk memikirkan imaji-imaji dan gambar, mampu melakukan visualisasi dengan tepat walau dalam bentuk abstrak. Orang dengan gaya belajar seperti ini berpotensi sekali untuk menjadi pematung, artist, penemu, architect, mekanik, tukang mesin, dan masinis. Seperti kisahnya Putri diatas, siswa dengan kemampuan Visual-nya yang tinggi. Kemudian ada Kinestetik, yaitu gaya belajar dengan kemampuan untuk mengendalikan gerakan tubuh dan terampil memegang alat-alat. Potensi yang dimiliki anak ini adalah menari, olah raga/tubuh, praktek langsung, acting. Potensi karir orang yang belajar dengan gaya kinestetik ini ialah atlit, guru olah raga, dancer, aktor, dan petugas pemadam kebakaran. Ini gayanya Hezel si lincah itu. Sedangkan si Farrel dia termasuk yang cerdas dikategori Verbal-Linguistic Intelligence, yang memiliki ciri-ciri keterampilan verbal yang berkembang dengan baik dan kepekaan terhadap suara, arti dan ritme kata-kata. Potensinya kira-kira dalam hal sastrawan, jurnalis, pengarang buku, guru, pengacara, politisi, dan penterjemah.

Sekarang baru kutersadar bahwa siswaku semuanya pintar. Yah... tentunya ada kelebihan dan kekurangan. Sebagai guru mustinya aku mampu memahami kelebihan dan kekurangan itu, bukannya men-judge langsung bahwa murid itu pintar dan yang ini tidak pintar. Okelah, saat ini tak apa-apa. Kuakui kusalah nilai. Kesalahan untuk belajar, bukan? Selama ini, sebanyak itulah ilmuku baru mengenai siswa dimataku. Kini dan esok hendak kutambah ilmunya. Hehehe []






Selasa, 29 Januari 2013

Inilah Jalanku



"To be a Teacher???"

Tidak ada satu kata atau kalimat senada dengan itu sedikitpun terdata dalam list impian Huda.

Huda memang suka menuangkan apapun dalam catatannya; senang, sedih, prahara, tragedi, horor, semua rasa yang dia punya diadukannya pada note hariannya. Tapi, SEKALI lagi TIDAK ada kata GURU tertera disana.

Hingga... pada point yang kesekian-nya, dalam urutan yang hampir mendekati angka seratus diberanikannya menulis gabungan abjad,
G-U-R-U.

Yap, betul! "Guru"

Hal ini bermula ketika Huda memperoleh sesuatu yang belakangan diketahuinya bernama "puas" disaat seseorang menanyakan beberapa hal dan dia mampu menerangkan sampai si penanya merasa lega atas jawabannya.

"Knapa tidak skalian menjadi guru Da?"

Huda kaget. Si penanya sepertinya mengujinya.
"Lewat guru, akan banyak generasi yang bisa kita 'bentuk' pola pikirnya"

Huda mengernyitkan dahi. Hatinya membenarkan ucapan perempuan berkerudung di mukanya.

Sehari... dua hari... Tujuh hari dan berpekan-pekan setelah kejadian itu, lapadz sang wanita tergiang terus membahana dalam benak Huda,

"Knapa tidak skalian jadi guru.??"

Suatu malam di Bulan Agustus 2009 yang bertepatan dengan hari lahirnya. Huda bertanya pada dirinya sendiri. Berbagai pertanyaan dihantamkannya buat dirinya sendiri yang akhirnya didapatinya "kecendrungan-passion-nya" sebagai seorang pendidik.

Semenjak itulah, Huda menata langkahnya mengarah pada aktivitas yang ber"bau" guru.

Ditulisnya "Asisten Laboratorium Unand" dalam buku mungilnya. Beberapa bulan selepas itu, pada Oktober 2009 dia telah berhadapan dengan praktikannya dalam Basic Laboratory.

Pada 2011 dicoretnya kata-kata "ahli lingkungan", karena dia berhasil menjadi surveyor Amdal.

Banyak ditulisnya, tak sedikit pula yang dicoretnya.

Dalam salah satu hari di bulan September 2012, bahagianya terbang ke angkasa sana. Huda dikabari bahwa dia diamanahkan untuk menerima beasiswa S2 "Integrity in Natural Resource Management (INRM)" yang berbasis di University of Arizona, AS.

 Disebarnya info tersebut pada semua keluarga besarnya.
Mereka masih mengatakan,

"Tetaplah jadi guru..."


Hatinya telah mantap pada pilihan ini. Huda yakin Allah Swt akan memberikan yang terbaik. Ditepisnya berbagai halangan yang ada. Akan digapainya rasa puas bahagia. Takkan ada kata penyesalan ataupun kecewa.
Karena inilah jalannya.
Dan, semuanya "berawal" dilangkah ini, Insya Allah.


TERSADARKAN...



Sudah memasuki pekan ketiga Huda dan teman-temannya menjalani proses kelanjutan dari Sekolah Guru Indonesia (SGI-DD), magang di Yayasan Birrul Walidain Salabenda Bogor. Proses ini merupakan rangkaian perkuliahan sekaligus tahapan warming up sebelum dia menjalani tugas sebenarnya nanti di daerah penempatan, yakni sebagai guru model. Terasa sekali oleh Huda bahwa tahap ini termasuk tahapan yang membuatnya bekerja dan berpikir keras. Tidak adanya latar belakang keguruan ataupun kependidikan membuatnya gamang tak tentu rasa dan arah. Dalam benaknya berbagai pertanyaan untuk menyakinkan dirinya berbaris rapi, “Apakah kamu sanggup menjalani proses ini, Huda? Bisakah kamu menjadi guru yang diidam-idamkan para siswa nantinya? Benar nich kamu akan jadi guru yang patut digugu dan ditiru?” dan berbagai pertanyaan-pertanyaan senada mengitari simpul-simpul pikirannya.

Mengobati pikiran dan hati yang tak tentu itu, segala macam buku dan referensi menemaninya setiap saat; ditempat tidur, ditangan dan dimanapun berada tidak lepas sedikitpun bundelan berisi ilmu-ilmu yang berbau kependidikan. Tekadnya sudah bulat, tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh SGI untuknya. Dia ingat betul sewaktu hatinya telah berikrar untuk menyerahkan raga dan jiwa untuk membangkitkan lagi kejayaan Islam yang pernah ada melalui pendidikan.

Janjinya tersebut terucap ketika suatu siang dia tengah berjalan-jalan kesebuah tempat dipinggiran kota kelahirannya. Disana didapatinya banyak anak jalanan yang lalu lalang yang membuat gangguan disekitarnya. Mata Huda nanar memandangi anak-anak bangsa yang tak tahu arah itu. Ada seorang anak yang menarik simpati Huda. Anak dengan potongan rambut yang cepak ala tentara dengan wajah oval berkulit sawo matang. Didekatinya anak yang sedari tadi diam dibawah pohon. Bocah kumuh itu canggung dengan kedatangan Huda. Huda paham dan memberi isyarat dia tidak akan mengapa-ngapain si anak itu.

Kagak sekolah, Dek?”
Langsung Huda meneror si cilik dengan pertanyaan yang mematikan. Si kecil Cuma diam bersikap acuh. Huda memandangi anak itu lekat. Panas makin terik. Bau keringat menyapa hidungnya. Kotoran sekitar pohon beterbangan diterpa angin.

“Sekolah? Emangnya Loe yang nak ngebiayai Gua?” Si bocah menjawab memakai bahasa lingkungannya. Agak  tersinggung, itulah yang dirasa hati Huda. Tak pantas anak sekecil itu berkata seperti itu pada yang lebih tua darinya. Untungnya Huda langsung sadar bahwa yang tengah dihadapinya saat ini adalah anak yang biasa berada dilingkungan dengan kata-kata yang jauh dari pengajaran. Dilemparnya jauh-jauh ketersinggungan hatinya. Dicobanya mengikuti alur dengan sabar dan tenang. Lama pembicaraan yang dilakukan Huda dan si Bocah. Dari perbincangan tersebut tahulah Huda bahwa bukannya anak jalanan ini tidak mau sekolah. Namun, biaya sekolah itulah yang menghalangi impian mereka meraih nikmatnya pendidikan. Huda meninggalkan anak bangsa itu dengan motivasi dan harapan agar kelak dia bertemu dalam waktu dan tempat yang berbeda, tempat dan penghidupan yang lebih layak.

Semenjak pertemuannya dengan si bocah di bawah rindangnya pohon  itulah, diqalbunya Huda mematrikan untaian kata bahwa dia ingin menjadi seorang guru yang patut digugu dan ditiru prilaku baiknya. Guru yang kaya raya, dengan harta itu dia ingin membangun Yayasan pendidikan. Impiannya menyekolahkan anak yang putus sekolah. Membentuk pola pikir dan mencerdaskan anak bangsa untuk mengenal Tuhannnya. Kini, proses itu tengah berjalan. Huda berharap moga tak ada aral yang menghadang impian hidup yang ditulis dihati terdalamnya itu.

LOGIS LOGIKA...



Purnama di penghujung Januari di tahun 2013 ini membuatku banyak berpikir tentang hidup dan lika-likunya yang sedang kujalani. Otak kiri yang mendominasi segala aktivitas sehari-hari membawaku untuk selalu berpikir secara logis. Yah... semuanya musti sesuai dengan logika. Benar juga khan, apapun yang hendak dilakukan sebaiknya masuk akal biar tak kesasar nantinya hehehe. Barangkali kedewasaan itu telah tertambat disanubariku sehingga kumampu berpikir seperti itu.

Ini kisah mengenai diriku. Bukan cerita orang lain, apalagi kisah khayalan. Sekali lagi bukan. Dan ini tentang logika kawan. Berikut alurnya.

Suatu siang, Aku dibuat bingung. Tak seperti biasanya Asisten dosen yang dikenal dengan sikap manisnya mendadak marah-marah. Setelah ditelusuri penyebabnya karena keterlambatan yang dibuat oleh mahasiswanya (tidak termasuk aku lho :D ). Si Asdos ngomel-ngomel , hal-hal yang tak patut dan tabu meluncur deras lewat lisannya.

“Bukankah Saya telah berkali-kali mengingatkan agar kalian datang tepat waktu!!?”
Teriakannya membahana mengisi ruangan yang mulai beku dengan ketegangan yang tercipta. Aku paling tidak suka dengan suasana seperti ini. Serasa di neraka kawan. Tapi tak mengapalah, untuk saat ini terpaksa kupingku bertahan dengan ucapan yang jauh dari nasihat itu. Kubertahan dalam kebekuan panasnya marah.

“Bukankah Saya telah berkali-kali mengingatkan agar kalian datang tepat waktu!!?”
Diulanginya ucapan yang sama. Ups tunggu dulu, kupikir benar juga yah. Dia telah berulang kali mengingatkan. Tapi dibenak ini ada hal lain yang terpikirkan olehku.

“Mengapa kalau masalah duniawi semisal kuliah ini aku merasa takut dimarahi dan diperingatkan oleh seorang manusia seperti Asdos ini? Aku bergegas memenuhi pekikannya untuk segera hadir di ruang perkuliahan. Sementara kalau ada panggilan Alloh Swt lewat adzan yang berkumandang aku terlalu sering berleha-leha dan tak tergesa-gesa layaknya dipanggil sang Asdos? Kenapa aku tak takut dengan teguran dari sang khalik yang pastinya lebih keras peringatannya?”
Aku tercenung. Logikaku bermain. Ternyata benar juga kawan. Terlalu sering kita takut dengan manusia ketimbang dengan sang Pencipta manusia itu sendiri. Terlalu sering diri ini merasa malu bila ketahuan oleh manusia dikala kita bermaksiat ketimbang malu kepada Alloh Swt. Bahkan tak sedikit di zaman ini rasa malu itu telah menjauh pergi entah kemana, sehingga maksiat itu dilakukan terang-terangan oleh makhluk bernama manusia. Termasuk kita? Iya... termasuk kita.

Kawan...
Kita tentunya akan jengkel dan kesal disertai marah-marah tatkala kita tahu benda yang kita cintai dipinjam dan dirusak oleh si peminjam, bukan? Sekarang coba pikir. Berpikir logis kawan. Panca indra  yang kita nikmati saat ini pemberian Alloh Swt, Bukan? Kemanakah kita arahkan penglihatan yang sehat itu? Apakah untuk melihat ayat-ayat-Nya? Untuk apakah gendang telinga yang kita punya digunakan, apakah untuk mendengarkan ayat-ayat-Nya? Lisan yang sehat ini kita gunakan untuk menggosipkah? Ataukah untuk melapadzkan nasihat sesuai syari’at-Nya? Tangan, kaki, nikmat sehat dan iman yang dianugrahi oleh Alloh Swt kemanakah kita arahkan? Sudahkah sesuai digunakan sesuai dengan ajaran-Nya?

Hmm... Jangan heran kawan kalau banyak teguran Alloh Swt atau barangkali adzab-Nya yang mendera kita disebabkan kelalaian kita untuk mengingati-Nya lewat nikmat yang diberi-Nya kawan. Berpikir logis kawan dan kenali Tuhan yang menciptakanmu kawan.






Minggu, 27 Januari 2013

KULIAH TERAKHIR



Kuliah Terakhir sama Om Jay, sapaan akrab Wijaya Kusuma


Hari ini musti kuacungkan dua jempolku buat Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa (SGI-DD) d^_^b. Bagaimana tidak coba, Kamis tadi merupakan kuliah terakhir yang dianugrahkan untukku dan pelajaran yang teramat sangat berharga buatku. Pasalnya materi kuliah hari ini berkaitan dengan tugasku di SGI ini yakni menyelesaikan PTK. PTK itu singkatan dari Penelitian Tindakan Kelas. Ilmu ini belum pernah kudapati sebelumnya yang berarti ilmu baru dalam hidupku. Tidak hanya itu, perkuliahan “Mengenal Penelitian Tindakan Kelas” yang disajikan langsung disampaikan oleh penulis bukunya sendiri, bapak Wijaya Kusuma. Hati siapa yang tidak akan bangga kalo langsung diajar oleh pakar yang ahli dibidangnya? Ditambah lagi oleh penulis karya yang slama ini Cuma dinikmati bacaannya? Wah... keren abiz dech :D

Inilah sedikit ilmu yang berhasil kuraup dari Om Jay hari ini. Simak yah... :)



MENGENAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

Alasan guru takut melakukan PTK:
1.      Guru kurang memahami profesi guru
2.      Guru malas membaca
3.      Guru malas menulis
4.      Guru kurang sensitif terhadap waktu
5.      Guru terjebak kedalam rutinitas kerja
6.      Guru kurang kreatif dan inovatif
7.      Guru malas meneliti
8.      Guru kurang memahami PTK

Hakikat PTK
a.       Menurut Carr dan Kemmis (1986):
Ø  Praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri
Ø  Pengertian mengenai praktik-praktik tersebut
Ø  Situasi-situasi dimana praktik-praktik tersebut dilaksanakan

b.      Menurut McNiff (1992)
PTK adalah bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan keahlian mengajar. PTK merupakan penelitian tentang, untuk dan oleh masyarakat. Kelompok sasaran dengan memanfaatkan intraksi, partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dan kelompok sasaran.

Definisi PTK
PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya dengan cara merencanakan, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partsipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

Penelitian Tindakan VS Penelitian Formal
Penelitian tindakan berbeda dari penelitian formal. Penelitian formal bertujuan menguji hipotesa dan membangun teori yang bersifat umum (general). Penelitian tindakan lebih bertujuan memperbaiki kinerja, sifatnya konstektual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi.

Prinsip dasar PTK
1.      Berkelanjutan
2.      Integral
3.      Ilmiah
4.      Motivasi dari dalam
5.      Lingkup masalah tidak dibatasi

Peran guru dalam PTK
Dalam PTK guru harus bertindak sebagai pengajar sekaligus peneliti. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran. Guru merupakan orang yang paling akrab dengan siswa dikelasnya dan biasanya interaksi  yang terjadi antara guru dan siswa berlangsung secara unik. Guru mempunyai hak otonomi untuk menilai sendiri kinerjanya. Metode paling utama adalah merefleksikan diri dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian yang sudah baku dan bukan tradisional.

Manfaat PTK
1.      Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran
2.      Meningkatkan profesionalitas guru
3.      Meningkatkan rasa percaya diri guru
4.      Guru dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya secara aktif.
5.      Menumbuhkan kebiasaan menulis
6.      Menumbuhkan budaya meneliti
7.      Menggali ide baru
8.      Melatih pemikiran ilmiah
9.      Mengembangkan kualitas pembelajaran kelas
1.  Mengembangkan keterampilan

Keunggulan PTK
1.      Praktis dan relevan
2.      Kerangka kerjanya teratur
3.      Observasi dan objektif
4.      Fleksibel dan adaptif
5.      Inovasi pembelajaran
6.      Pengembangan kurikulum
7.      Meningkatkan profesionalisme

Tahapan perencanaan PTK
1.      Perencanaan
2.      Tindakan
3.      Pengamatan
4.      Refleksi

Langkah-langkah PTK
1.      Adanya ide awal
2.      Prasurvei/temuan awal
3.      Diagnosa
4.      Perencanaan
5.      Implementasi tindakan
6.      Pengamatan
7.      Refleksi
8.      Membuat laporan

Rambu-rambu penilaian proposal PTK:
a.       Permasalahan
b.      Kemampuan menyelesaikan masalah
c.       Kemampuan hasil
d.      Prosedur penelitian
e.       Program kegiatan dan dukungan teknis
f.        Kerjasama antara LPTK dan sekolah
g.       Pembiayaan penelitian

Format PTK dari Depdiknas
1.      Judul penelitian
Ø  Komunikatif dan mudah dipahami.
Ø  Membuat variabel penelitian
Ø  Menjawab apa yang ingin ditingkatkan
Ø  Bagaimana cara mencapai apa yang ingin ditingkatkan
Ø  Sasaran dan lokasi tercermin dalam judul
Ø  Banyak kata sekitar 15-20 kata

2.      Bidang ilmu
3.      Pendahuluan
4.      Perumusan masalah
5.      Cara pemecahan masalah
6.      Tinjauan pustaka
7.      Tujuan penelitian
8.      Kontribusi hasil penelitian
9.      Metode penelitian
1.  Jadwal penelitian
11.  Personalia penelitian
12.  Lampiran


Validitas Penelitian
1.      Validasi diri sendiri
2.      Validasi oleh teman
3.      Validasi oleh siswa

Faktor penentu keberhasilan PTK
1.      Rencana
2.      Tindakan
3.      Observasi
4.      Refleksi

Syarat keberhasilan PTK
1.      Tekad, komitmen dan dedikasi
2.      Tanggung jawab guru dan teman sejawat
3.      Tindakan berdasar pengetahuan
4.      Situasi dapat diubah
5.      Pengajuan pertanyaan
6.      Pemantauan sistematik
7.      Penjabaran tindakan
8.      Penjelasan tindakan
9.      Penyajian laporan hasil PTK

1.  Validasi pernyataan keberhasilan PTK
11.  Pemahaman prosedur PTK
12.  Penulisan karya tulis mengenai PTK
 
Berharap moga ilmu ini berkah. Amien... Syukron jazakallah SGI-DD.