Selasa, 21 Februari 2017

Menghirup Udara Lagoi

Fajar menyingsing. Di halaman sekolah kami berkumpul, mendengar pengarahan dari tour guide (pemandu perjalanan). Kami bersiap berangkat ke Lagoi. Hari ini merupakan jadwal kami mengadakan Study Tour. Agenda tahunan ini diikuti 50 siswa kelas 6 ditambah 30 guru dan pendamping sekaligus wali murid.


Alhamdulillah, usai pengarahan dari pemandu, kemudian berdo’a yang dipimpin oleh Ustadz Sopyan, kami melakukan perjalanan ke Pelabuhan Punggur.


Perkiraan kami, sekira 40 menit waktu yang diperlukan hingga sampai di Pelabuhan Punggur. Usai sarapan di tepian dermaga, perjalanan kami berlanjut menuju Pelabuhan Tanjung Uban, Pulau Bintan.


Alhamdulillah, kami berlabuh dengan selamat. Kami udah menapaki kaki di Pulau Bintan, menunggu bus untuk perjalanan berikutnya.


Destinasi pertama yang kami tuju ialah Patung Penyu. Berada sekitar 10 menit dari Pelabuhan Tanjung Uban.


Setelah mengambil dokumentasi di Patung Penyu, kami sampai di Safari Lagoi, merupakan gabungan kebun binatang dan agribisnis. Disini kami banyak memperoleh ilmu; kami mengenal beragam jenis flora dan fauna.


Satu jam waktu kami di Safari Lagoi. Kami penuhi Sumatra Tengah kami dengan makan siang. Kemudian kami menuju Teasure Bay, konon katanya ini adalah kolam renang air asing terbesar di Asia Tenggara. Sebelum merendamkan tubuh di Teasure Bay, kami curhat dulu sama Allah melalui salat zuhur.


Sewaktu kami menikmati kolam renang Teasure Bay, adalah sekira dua jam-an, tetiba hujan turut mengguyur badan kami yang udah kuyup. Jadilah, diri yang kuyup bertambah kuyup.


Bakda bebersih, kami lanjutkan langkah ke Gembok Cinta. Disebut begitu sebab di tempat ini banyak didapati gembok yang digantungkan di ornamen berbentuk hati tersebut. Gembok Cinta berada di Lagoi Bay. Orang-orang menyebutnya sebagai Pantai Kuta-nya Kepulauan Riau (Kepri). Barangkali mirip kali ya hingga dikenal dengan Pantai Kuta Kepri.


Oiya, Kalau gembok yang telah ditulisi nama dan pasangan kita digantung di perlambang cinta itu, maka cinta kita akan abadi, itu sih katanya. Saran saya, kalian tak usah memercayainya, ya, hehe.


Puas jua hati ini memandang pinggiran pantai di Gembok Cinta yang kata kami lebih mirip dengan Pantai Selatan Nyai Roro Kidul. Sebenarnya ada satu pantai lagi yang hendak kami kunjungi. Tapi, kami tengok arloji telah memamerkan angka 17.00 wib. Itu artinya, kami mesti segera menuju penginapan.


Perlu waktu sejam hingga kami sampai di Pujasera, tempat kami menyantap hidangan malam dan salat magrib. Perut kenyang, kami tuju Plaza Hotel, tempat kami melepas penat. Kunci kamar udah di tangan. Buka pintu, dan langsung bobok. Bismikaallahumma ahya wa bismika aamuut.



Allahu Akbar… Allahu Akbar. Azan memecah senyap. Kami segera bangun. Ambil wudhu dan salat subuh. Pukul 08.30 wib, perjalanan kami menuju Gedung Gonggong yang berada di bibir pantai. Gedungnya menatap Pulau Penyengat. Pulau yang bentar lagi akan kami jajaki. Pukul 10.00 wib, kami tapaki langkah di Pulau Penyengat. Disini banyak peninggalan bersejarah yang kami temui: ada Masjid Pulau Penyengat, Makam para raja beserta istana, dan banyak lagi.






Di Pulau Penyengat ini kami beli souvenir dan otak-otak, makanan yang dibungkus daun kelapa, berbahan ikan itu akan kami hadiahi pada kerabat sesampai di Batam nanti. Pukul 12.00 wib kami tuju kembali Pelabuhan Tanjung Uban. Sebelum sampai di pelabuhan kami singgahi Padang Pasir-nya Kepri. Padang Pasir ini merupakan bekas penambangan yang terkena erosi.




Alhamdulillah, Study Tour kali ini berjalan lancar dan semua siswa udah pulang ke rumah masing-masing dengan selamat. Ada satu siswa, M. Nabil Andriano yang jatuh berlarian di Hotel Tebing sewaktu kami makan siang menjelang ke Padang Pasir. Sepertinya kakinya terkilir. Tapi udah diberi pertolongan pertama. Dan bisa berjalan seperti sediakala. Terimakasih pada Attaubah, para guru, pendamping serta wali siswa.[]


Kamis, 16 Februari 2017

Tendangan 5 Bulan



Bila suatu masa kau dapati seseorang melebarkan kedua kakinya mengarah ke samping dengan kedua tangannya terbuka sejajar dada, dalam dunia persilatan dia tengah memasang kuda-kuda tengah namanya, Nak. Semisalnya di Perguruan Tapak Suci, bila punggung tangan dibuat serupa lintasan melingkar mengarah keluar yang dipergunakan untuk menangkis lawan, ini namanya Jurus Mawar. Ada pula namanya Jurus Harimau Membuka Jalan, ianya memanfaatkan telapak kaki yang hendak menyasar perut lawan. Beragam macamnya jurus yang berlaku dalam perguruan ini.

Begitu pula halnya, ternyata dalam dirimu telah ada jurus alami yang diciptakan oleh Allah, Nak. Tendangan Lima Bulan, demikianlah ayah menyebutnya. Jurus yang kau perbuat di usiamu yang kelima purnama ini, sebagai pertanda bahwa dirimu makin bertumbuh dalam rahim ibumu, Nak.

Semula, ayah tiada tahu apa yang tengah mendera ibumu. Pada subuh yang masih buta itu, dalam sibuknya beberes menyiapkan sarapan, tetiba ibumu menjerit tunjukkan mimik meringgis kesakitan. Dugaan ayah, jemari ibumu tergores pisau saat mengupas Alium cepa. Tampak sebutir dua buah tetesan peluh berguling melintasi pipi ibumu. Iba hati menengoknya. Ayah cobalah mendekati ibumu, berkehendak mengungkapkan sebait empati. Namun, apa yang ayah peroleh, Nak? Pameran senyum yang ayah dapatkan dari ibumu. Bukan lagi mimik meringgis kesakitan yang tadi ditampilkan. Dahi ayah mengernyit dibuatnya.

“Ada tendangan, Da…” papar ibumu menghapus tanda tanya di benak ayah. Lipatan epidermis di dahi ayah makin bertambah, kini dibarengi lengkungan bibir ke bawah. Tendangan? Siapakah yang menendang? Rasanya ayah tidak ada memperbuat tendangan terhadap ibumu, Nak. Lalu, ibumu mengajak bola mata ayah mengarah ke bawah sembari mengelus perutnya.

“Dari sinilah pangkal tendangan itu, Da” kembali senyum ibumu mengusir ringisan yang tadi mendatanginya. Kini, pahamlah ayah bahwa ada jurus tendangan lima bulan yang tengah berlaku. Jurus yang kau bikin tersebut membuat ibumu terkejut alang kepalang, Nak. Semenjak itu, acapkali ibumu terkaget sebab gerakan tendanganmu, Nak.

“Tendangannya kerap terasa saat berehat, lho Da” ucap ibumu menjelang indra penglihatan ayah terlelap.

“Makin kencang lagi sewaktu Hani melantunkan ayat-Nya, atau Uda yang tengah ngaji, atau sewaktu kita menyimak murathal”

“Barangkali dia suka mendengarnya, Han…” ayah menjawab jabaran ibumu.

***

Menjelang ke peraduan.

“Uda, sini…” lambaian tangan itu menggoda ayah untuk menghampirinya. Ibumu menempelkan telapak tangan ayah di permukaan kulit perutnya.

“Coba bacakan satu surat untuknya, Da” pinta ibumu. Ayah mafhum maksud ibumu. Mulailah belahan bibir ayah mendaras Alfatihah diikuti beragam surat di penghujung juz Al-Qur’an. Seiring surat dilafazkan, lamat-lamat ayah rasakan gerak aktifmu, Nak. Kakimu menendang telapak ayah. Sedangkan ibumu kerap dikejutkan sembari menarik dua garis simetris kiri-kanan di bibirnya. Sesekali tampak pola telapak mungilmu membentuk di elastisnya kulit perut ibumu. Ooo, tendangan itu… Ada rasa yang sukar diucap bergelayutan di palung hati ayah dan ibumu, Nak. Bahagia yang tiada dapat dikira lagi. Sehat selalu ya, Nak.[]

Sumber Gambar Ilustrasi

Selasa, 07 Februari 2017

Kelamin


Januari di 2017 ini ayah mengajak ibumu kembali menengok rupamu, Nak. Ibumu tak berkehendak untuk saat ini. Nanti aja, kata ibumu tanpa menguraikan alasan yang ayah perlukan. Ayah teramat gusar, resah andaikata terjadi hal yang tiada ayah dan ibu inginkan menimpamu, Nak. Apalagi untaian kata yang pernah dikabarkan oleh dokter bahwa mual, muntah ibumu akan berakhir belum mewujudkan tanda.

Tiga pekan terlewati di awal tahun ini. Ibumu masih belum mampu ayah taklukan. Ayah bujuk berulang kali, mengajaknya menyetor kekata pada ahli kandungan. Nihil hasilnya. Dan, kamu tahu apa jawab ibumu, Nak? Nanti aja, kata ibumu serupa beberapa waktu lalu. Dan kamu pun barangkali sudah dapat menerka, ibumu tiada menjabar alasannya pada ayah.

Alhamdulillah, hati ibumu luluh jua di Januari pekan terakhir. Dengan air muka berseri dan senyum semringah, ayah dan ibumu menemui Tabib yang kali pertama mengabarkan perihal kehadiranmu.

Dalam perkiraan ibumu, untuk waktu kini, ayah dan ibumu telah bisa menduga jenis kelaminmu. Benar dugaan ibumu, Nak. Usai bertanya jawab banyak hal dan melakukan USG terhadap dirimu, Sang dokter mengatakan bahwa dirimu adalah seorang perempuan. Ayah bahagia. Tampak oleh ayah air muka ibumu langsung cerah, menyaingi sinaran rembulan yang turut bahagia di angkasa sana.[]

sumber gambar

Muntah Empat Purnama


7 November 2016

30 hari terlalui. Hari-hari yang dilalui tanpa “purnama” menemani ibumu, Nak. Ayah dan ibumu makin yakin bahwa dirimu makin bertumbuh dalam rahim ibumu. Meski diterpa lelah, ayah dan ibu tetap semangat menunggangi kuda besi menuju klinik. Ayah, terlebih-lebih ibumu sudah tak sabaran menanti hasil USG; menatap romanmu.

Sebulan, itulah perkiraan ayah mengenai usiamu, Nak. Berlainan dengan duga ayah, dokter mengabarkan bahwa usiamu sudah memasuki 8 pekan lebih sehari. Usiamu dua bulan kandungan. Wah, bungahnya hati ayah dan ibumu, Nak.

5 Desember 2016

Entah mengapa, sepulang sekolah tadi, ayah teramat kangen hendak menengok rupamu, Nak. Rasa ini tetiba saja datangnya. Oh, inikah yang dinamakan rindu? Pengharapan tepatnya.

Petang ini, di bawah naungan awan jingga, ayah mengajak ibumu ke klinik yang teronggok di pojok kota. Kata dokter, usiamu telah 3 purnama, lho! Dan, rasa mual yang kerap singgah di perut ibumu itu akan segera berakhir. Apa? Akan segera berakhir? Tenang jua perasaan ayahmu ini, Nak.

Acapkali muka ibumu semarun hati, pipi mulusnya dibanjiri air mata usai memuntahkan isi perutnya. Teramat iba ayah menyaksikannya. Tak jarang pula ayah membuatkan madu hangat biar badan ibumu agak nyaman. Namun, baru saja ibumu meneguk setetes dua tetes cairan madu yang barusan dibuatkan, saat itu juga keluar lagi isi perutnya. Morning sickness semacam ini tiap hari dilaluinya.[]