Selasa, 07 Februari 2017

Muntah Empat Purnama


7 November 2016

30 hari terlalui. Hari-hari yang dilalui tanpa “purnama” menemani ibumu, Nak. Ayah dan ibumu makin yakin bahwa dirimu makin bertumbuh dalam rahim ibumu. Meski diterpa lelah, ayah dan ibu tetap semangat menunggangi kuda besi menuju klinik. Ayah, terlebih-lebih ibumu sudah tak sabaran menanti hasil USG; menatap romanmu.

Sebulan, itulah perkiraan ayah mengenai usiamu, Nak. Berlainan dengan duga ayah, dokter mengabarkan bahwa usiamu sudah memasuki 8 pekan lebih sehari. Usiamu dua bulan kandungan. Wah, bungahnya hati ayah dan ibumu, Nak.

5 Desember 2016

Entah mengapa, sepulang sekolah tadi, ayah teramat kangen hendak menengok rupamu, Nak. Rasa ini tetiba saja datangnya. Oh, inikah yang dinamakan rindu? Pengharapan tepatnya.

Petang ini, di bawah naungan awan jingga, ayah mengajak ibumu ke klinik yang teronggok di pojok kota. Kata dokter, usiamu telah 3 purnama, lho! Dan, rasa mual yang kerap singgah di perut ibumu itu akan segera berakhir. Apa? Akan segera berakhir? Tenang jua perasaan ayahmu ini, Nak.

Acapkali muka ibumu semarun hati, pipi mulusnya dibanjiri air mata usai memuntahkan isi perutnya. Teramat iba ayah menyaksikannya. Tak jarang pula ayah membuatkan madu hangat biar badan ibumu agak nyaman. Namun, baru saja ibumu meneguk setetes dua tetes cairan madu yang barusan dibuatkan, saat itu juga keluar lagi isi perutnya. Morning sickness semacam ini tiap hari dilaluinya.[]

0 komentar: