Selasa, 01 Agustus 2017

Cake Kagetan



Bila menyoal selebrasi, aku termasuk golongan yang terlalu abai. Apalagi yang berkait dengan pribadi. Semisal saja, perihal merayakan hari lahir. Merayakan hari lahir termasuk barang langka dalam sejarah hidupku, bahkan sudah punah malah. Seumur-umur, tiadalah pernah tembang “Happy Birthday” terlantun dari lisan atau menggema di gubuk yang kerap saya tempati. Namun, hari ini beda: ada kecupan beriring do’a dari sang bidadari surga menyapa, ada tingkah si Dedek Annida yang membuat hati bungah, ada bait-bait harapan terhantar dari sanak saudara, ada pula cake kagetan yang menggoda. Nah, untuk yang tersebut terakhir itu, bahkan sang pemberinya pun benar-benar kagetan pula, tiada terduga sebelumnya. Kejadian ini betul-betul berhasil mengubah amarah menjadi senyum semringah.

***

Bel berteriak memanggil para murid agar menghentikan aktifitas permainannya. Siswa-siswa putih merah itu gegas memenuhi ruangan persegi yang menjadi habitat mereka meraih ilmu. Kaki kuarahkan ke lantai tiga sekolah. Dua puluh anak tangga pertama sudah terlewati. Tersisa dua puluh anak tangga lagi. Haps, langkah terakhir menjadikan posisi saya telah menempati lantai tiga gedung abu-abu. Beberapa langkah lagi saya akan berada di lokal paling pojok guna berjumpa generasi bangsa ini.

Retinaku menangkap bayangan. Ada sekira sepuluh murid yang masih berkeliaran di luar kelas sewaktu kaki ini berjalan menerobos lorong-lorong koridor. Harusnya bakda istirahat seperti ini mereka memuraja’ah hafalan Al-Qur’an sembari menanti sang guru memasuki kelas––begitulah aturan yang sudah disepakati pekan lalu.


Langkah ku percepat. Menengok gegalatku yang kurang bersahabat, murid yang paling bongsor mengomandoi kawan-kawannya berlari menuju kelas. Pintu ditutupnya secepat kilat. Keras bantingannya menggetarkan gendang telinga. Mukaku merah saga. Getaran bibir tiada dapat lagi dikendalikan. Tangan menyentuh gagang pintu. Mulailah kata-kata teguran menari-nari dalam benak.

“Surprise!!!” koor para siswa serempak.

“Apa?!” intonasiku meninggi beradu ragu. Kekata teguran yang telah terjalin siap untuk diluncurkan. Murid bongsor yang duduk di pojok kanan senyumnya makin merekah. Dia memandangi kawannya bergantian, satu per satu, semacam ada kode rahasia. Tak lama….

Happy Milad, Pak Danil!!!” lisan siswa-siswa tersebut menggaung bagai memecah bilik kelas. Pandanganku menyapu ruangan kelas yang sudah didekorasi rapi, di meja depan tergolek cake kejutan. Kapan mereka menghias kelas ini? Tanda tanya bergelantungan dalam kepala. Nana, siswa yang punya ide “mengerjain” gurunya tersebut mengacung tangan dan menjelaskan sebab musababnya. Wajah yang bersemu merah saga perlahan pudar. Ooo, pahamlah ku kini. Malu terasa. Terucap terimakasih tiada hingga pada semua yang telah berhasil mengubah amarah menjadi senyum semringah. Nasyid “Selamat Hari Lahir” mengalun syahdu.[]


-Dalam Bilik Persegi 6 Usamah-

0 komentar: