Kamis, 25 Oktober 2012

Dunia Dongeng

 
Resensi Buku

Judul: Dongeng Klasik Jepang; Kumpulan Dongeng Tradisional Jepang.

Penulis: Yei Theodora Ozaki diterjemahkan oleh Noviatri.

Penerbit: PT Elex Media Kompatindo.

Tahun Terbit: 2010.

Tebal: x 387 Halaman.

Sudah lama aku tidak membaca buku fiksi. Aku kembali mencoba untuk mencari-cari buku yang tersusun rapi di dalam lemari. Semuanya telah kubaca. Meskipun ada beberapa yang belum sempat diselesaikan, tetapi itu bukan bacaan fiksi.

Akhirnya kuputuskan untuk memburu buku di perpustakaan Sekolah Smart Ekselensia Indonesia, Bogor. Mataku menyapu semua rak yang berderet dalam ruangan yang sejuk ini. Beberapa buku menunjukan diri, diantaranya buku "Dongeng Klasik Jepang" yang menarik simpati. Karena aku telah terlanjur jatuh hati dengan negri sakura ini, kupinjam dengan semangat berapi-api. Berharap mampu memenuhi hasrat yang kupendam selama ini.

Dongeng klasik jepang yang dikompilasi oleh Yei Theodora Ozaki ini menceritakan banyak hal yang memberikan hikmah dan nasihat serta kearifan lokal setempat. Menariknya lagi, ketika kita mulai membaca dongeng pertama, kita sudah disuguhkan dengan kosa kata khas jepang; nama tokoh, tempat dan percakapan sehari-hari. Sehingga, disadari atau tidak kita telah belajar bahasa dan budaya jepang. Hal ini memang yang diinginkan oleh pengarangnya sendiri. Dalam kata pengantarnya dikatakan bahwa semua ekspresi bahasa tetap dipertahankan yang bertujuan untuk menarik minat pembaca kalangan muda ketimbang diperuntukan bagi para mahasiswa sastra folklor.

Kumpulan dongeng tradisional ini tidak sepenuhnya hasil karangan dari Yei Theodora Ozaki sendiri, melainkan merupakan kumpulan dari beberapa buku dan cerita klasik yang ada di jepang, sehingga orang jepang tidak mengategorikan cerita tersebut sebagai dongeng, meskipun cerita itu benar-benar termasuk dalam kategori dongeng sebagai karya sastra.
Seperti dongeng yang berjudul "Si Penebang Bambu dan Si Anak Bulan" diambil dari cerita klasik "Taketari Monogatari". Bahkan ada cerita yang pernah ditulis seratus tahun laju oleh Shinsui Tamenaga yang kemudian dikemas kembali secara apik oleh Ozaki dengan Judul "Dongeng Tentang Orang Tak Mau Mati."

Hampir semua dongeng yang ada di dalam buku ini merupakan cerita-cerita yang baru. Terutama untuk anak di negri indonesia. Walaupun begitu, ada kemiripan cerita dalam buku ini dengan dongeng yang ada di indonesia. Seperti dongeng "Burung Nuri yang Lidahnya Putus" yang ceritanya mirip dengan dongeng "Bawang Merah dan Bawang Putih". Hanya saja di cerita "Burung Nuri" ini peran Bawang Putih yang protagonis digantikan oleh seorang lelaki yang harus menghadapi perlakuan istrinya yang tidak terpuji.

Kemudian ada dongeng yang menceritakan tentang seorang satria yang gagah berani yang dipanggil dengan sebutan Tawara Toda yang berarti "Tuanku Pembawa Karung beras". Dongeng tersebut menceritakan sebab asal musabab kenapa sang satria digelari dengan tuanku pembawa karung beras.
Banyak lagi dongeng lainnya selain dongeng tersebut diatas. Namun, sebaiknya dibaca sendiri isi buku yang cukup tebal ini.

Secara keseluruhan, gaya bahasa dan alur penceritaan dongeng dalam buku ini hampir sama dari satu dongeng dan lainnya, sehingga pembaca jadi jenuh dan terkadang jalan ceritanya sudah bisa ditebak dari awal. Namun kekayaan imajinasi tetap didapati dari setiap dongeng yang disajikan.

0 komentar: