Resensi Buku
Judul: Dongeng Klasik Jepang; Kumpulan Dongeng Tradisional Jepang.
Penulis: Yei Theodora Ozaki diterjemahkan oleh Noviatri.
Penerbit: PT Elex Media Kompatindo.
Tahun Terbit: 2010.
Tebal: x 387 Halaman.
Sudah lama aku tidak membaca buku fiksi. Aku kembali mencoba untuk
mencari-cari buku yang tersusun rapi di dalam lemari. Semuanya telah
kubaca. Meskipun ada beberapa yang belum sempat diselesaikan, tetapi itu
bukan bacaan fiksi.
Akhirnya kuputuskan untuk memburu buku di
perpustakaan Sekolah Smart Ekselensia Indonesia, Bogor. Mataku menyapu
semua rak yang berderet dalam ruangan yang sejuk ini. Beberapa buku
menunjukan diri, diantaranya buku "Dongeng Klasik Jepang" yang menarik
simpati. Karena aku telah terlanjur jatuh hati dengan negri sakura ini,
kupinjam dengan semangat berapi-api. Berharap mampu memenuhi hasrat yang
kupendam selama ini.
Dongeng klasik jepang yang dikompilasi
oleh Yei Theodora Ozaki ini menceritakan banyak hal yang memberikan
hikmah dan nasihat serta kearifan lokal setempat. Menariknya lagi,
ketika kita mulai membaca dongeng pertama, kita sudah disuguhkan dengan
kosa kata khas jepang; nama tokoh, tempat dan percakapan sehari-hari.
Sehingga, disadari atau tidak kita telah belajar bahasa dan budaya
jepang. Hal ini memang yang diinginkan oleh pengarangnya sendiri. Dalam
kata pengantarnya dikatakan bahwa semua ekspresi bahasa tetap
dipertahankan yang bertujuan untuk menarik minat pembaca kalangan muda
ketimbang diperuntukan bagi para mahasiswa sastra folklor.
Kumpulan dongeng tradisional ini tidak sepenuhnya hasil karangan dari
Yei Theodora Ozaki sendiri, melainkan merupakan kumpulan dari beberapa
buku dan cerita klasik yang ada di jepang, sehingga orang jepang tidak
mengategorikan cerita tersebut sebagai dongeng, meskipun cerita itu
benar-benar termasuk dalam kategori dongeng sebagai karya sastra.
Seperti dongeng yang berjudul "Si Penebang Bambu dan Si Anak Bulan"
diambil dari cerita klasik "Taketari Monogatari". Bahkan ada cerita yang
pernah ditulis seratus tahun laju oleh Shinsui Tamenaga yang kemudian
dikemas kembali secara apik oleh Ozaki dengan Judul "Dongeng Tentang
Orang Tak Mau Mati."
Hampir semua dongeng yang ada di dalam
buku ini merupakan cerita-cerita yang baru. Terutama untuk anak di negri
indonesia. Walaupun begitu, ada kemiripan cerita dalam buku ini dengan
dongeng yang ada di indonesia. Seperti dongeng "Burung Nuri yang
Lidahnya Putus" yang ceritanya mirip dengan dongeng "Bawang Merah dan
Bawang Putih". Hanya saja di cerita "Burung Nuri" ini peran Bawang Putih
yang protagonis digantikan oleh seorang lelaki yang harus menghadapi
perlakuan istrinya yang tidak terpuji.
Kemudian ada dongeng
yang menceritakan tentang seorang satria yang gagah berani yang
dipanggil dengan sebutan Tawara Toda yang berarti "Tuanku Pembawa Karung
beras". Dongeng tersebut menceritakan sebab asal musabab kenapa sang
satria digelari dengan tuanku pembawa karung beras.
Banyak lagi dongeng lainnya selain dongeng tersebut diatas. Namun, sebaiknya dibaca sendiri isi buku yang cukup tebal ini.
Secara keseluruhan, gaya bahasa dan alur penceritaan dongeng dalam buku
ini hampir sama dari satu dongeng dan lainnya, sehingga pembaca jadi
jenuh dan terkadang jalan ceritanya sudah bisa ditebak dari awal. Namun
kekayaan imajinasi tetap didapati dari setiap dongeng yang disajikan.
0 komentar:
Posting Komentar