Kamis, 30 Januari 2020

Jadilah ‘Aqilu Andalus!



Anakku, lambat laun, mau ataupun tiada, dirimu InsyaAllah pasti akan melanjutkan perjuangan demi mewujudkan apa yang selama ini kau dambakan. Tidakkah kau ingat, ketika kau berucap di depan kelas, di samping gurumu, di hadapan kawan-kawanmu, di muka ayah dan ibumu bahwa kau kelak hendak menjadi seorang dokter, menjadi arsitek? Ada pula yang ber-azzam hendak menjadi guru, ustaz, insinyur, hafiz bahkan diantaramu ada meneriakan ingin menjadi seorang yang akan memimpin di negeri ini? Kau masih ingat hal yang pernah kau ucapkan itu, bukan? Dalam meraih impian, ada pesan yang hendak bapak titipkan untukmu:

Anakku, Jadilah ‘Aqilu Andalus! Pemuda yang selalu fokus dalam belajar; fokus mewujudkan cita-citanya. Pemuda yang tak pernah silau terhadap kemenarikan hal-hal yang ada sekitarnya dalam menuntut ilmu. Ianya tak akan tergoda dengan games yang dapat mengalihkan perhatiannya daripada belajar. Dialah pemuda yang tak pernah kenal dengan istilah pacaran, kongkow-nongkrong dan hal yang tidak berfaedah lainnya. Waktunya tidak dihabiskan untuk hal demikian. Jangankan untuk memperbuat hal tersebut, hanya sekadar menyaksikan pawai (yang dianggap oleh kawan-kawannya sebagai sesuatu menarik) diabaikannya. Pernahkah kau mendengar kisahnya itu? Ooo… belum pernah rupanya. Baiklah, akan bapak ceritakan kisahnya padamu, sebagaimana dijabar di dalam Hidayatullah. Simaklah, Nak! Dan janganlah engkau enggan untuk menjadikannya sebagai panduan agar selalu bersemangat dalam memperoleh ilmu.

Tak seperti biasanya, suasana majelis ilmu yang diasuh oleh Imam Malik Rahimahullahu mendadak gaduh. Ooo tunggu dulu, sebelum melanjutkan kisahnya, sudahkah kau tahu dengan Imam Malik Rahimahullahu ini? Bila belum, bacalah biografinya. Kelas yang mendadak gaduh tadi bukan karena ulah bising sebagian murid-muridnya. Tetapi, kegaduhan yang tercipta disebabkan oleh suara riuh dari arah jalan di kota Madinah.
Apa? Madinah? Jadi ‘Aqilu Andalus ini pemuda dari Kota Madinah ya? Sabar dulu, Nak. Nanti akan bapak kabarkan muasal pemuda ini. Dan, suara arak-arakan itu terdengar hingga menembus ke dalam kelas yang diajar oleh Imam Malik.

Kau tahu, Nak? Rupanya ada serombongan musafir dari India sedang melintas dengan kafilah gajah-gajahnya. Bagi warga Madinah sewaktu itu, gajah adalah sesuatu yang baru. Gajah adalah hewan yang mampu menarik perhatian pandangan orang-orang yang melihatnya. Serupa kalian saat ini, semacam Mobile Legend dan sejenisnya yang berhasil menyihir kalian hingga berpaling dan tidak mau belajar.

Kian mendekat, suara itu makin nyaring bertalu. Seolah memberi isyarat agar semua penduduk di kota Madinah bersegera keluar menyambut kedatangan mereka. Bila hal demikian berlaku padamu, apa yang bakal kau perbuat, Nak? Melongok keluar kelas menyaksikan pawai tersebut dan berhamburan keluar kelas? Ataukah kau tak hirau akan hal demikian dan tetap mendengar penjelasan guru saat mengajar?

Begitu pula adanya pada separuh murid-murid Imam Malik. Sontak konsentrasi belajar mereka buyar. Satu persatu mulai meminta izin keluar, ikut berhambur sekadar ingin menonton pertunjukan pawai keliling tersebut. Hingga akhirnya yang tersisa tinggal seorang murid lagi. Alih-alih menengok keluar, apalagi sampai menghampiri pawai gajah itu. Murid itu tak henti menatap lekat ke depan, memperhatikan wajah gurunya, Imam Malik.

Penuh perhatian, Imam Malik pun mendekat dan bertanya kepada muridnya itu. "Ada apa denganmu? Mengapa engkau tak ikut keluar melihat kerumunan gajah itu?" Anakku, bisakah kau terka apa jawaban murid Imam Malik yang tinggal seorang diri di dalam kelas itu? Karna capekkah? Malaskah? Atau hanya sekadar mencari perhatian guru? Kalau begitu jawabanmu, kau salah, Nak!

"Aku jauh-jauh datang dari Andalus ke Madinah hanya untuk melihatmu dan belajar denganmu, bukan untuk melihat gajah."
Jawaban itu meluncur deras dari mulut sang murid. Sedikitpun tak terbersit keraguan apalagi basa-basi dari jawaban tersebut. MasyaAllah!

***

Anakku, Jadilah ‘Aqilu Andalus! Pemuda yang tak mengenal jarak dan tempat dalam menuntut ilmu. ‘Aqilu Andalus lahir di Andalus (Spanyol). Setelah merasa cukup dengan ilmu yang didapat di negeri asalnya, ia bertekad untuk mewujudkan keinginannya yang terpendam selama ini, menjatuhkan pilihannya ke Kota Madinah, tempat di mana Imam Malik bin Anas Rahimahullah tinggal dan mengajar. Kau tahu berapa jarak antara Andalus dan kota Madinah? Sungguh, bukanlah jarak yang dekat.

Anakku, Kelak, dimanapun kau melanjutkan sekolahmu, janganlah sesekali patah arang bagaimanapun keadaannya. Jadilah ‘Aqilu Andalus! Pemuda yang terus-terus bersemangat dalam menuntut ilmu, yang kisahnya dinukilkan dengan memesona oleh Imam adz-Dzahabi, dalam karya agungnya, Siyar A’lam an-Nubala. Kisah yang baru sahaja kau simak. Kisah tentang seorang penuntut ilmu bernama Yahya bin Yahya al-Laitsi. Sosok pembelajar yang nantinya dikenang sebagai murid kesayangan Imam Malik. Tak sungkan, Imam Malik bahkan menggelarinya dengan sematan ‘Aqilu Andalus’ (lelaki berakal dari Andalusia). Tidakkah kau mau menjadi orang yang berakal, Nak? Bila demikian anakku, jadilah serupa ‘Aqilu Andalus![]

Sumber Gambar

0 komentar: