Minggu, 31 Maret 2013

PUTUS SINYAL, SAMBUNG SILATURAHIM



B
anyak orang barangkali belum kenal dengan negri eksotik yang tertanam kokoh di Pulau Andalas. Negri yang menyimpan sejuta harapan. Negri yang masih menjadi bagian dari bumi persada ini, Lampung. Pun bagiku, Jangankan kenal atau hendak mengunjunginya, Terbayang saja dalam pikiranku pun tidak pernah. Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa (SGI-DD)-lah yang membawaku ke daerah yang super indah ini.
Mulya Jaya, itulah nama negri eksotik itu, salah satu perkampungan “transmigran” yang berada di Kecamatan Rebang Tangkas Kabupaten Way Kanan. Dihuni oleh suku Jawa, Sunda dan Ogan (Palembang). 60 Km Jaraknya dari Baradatu, salah satu kota kecil yang merupakan kecamatan paling ramai di Way Kanan. Sekitar 1,5 jam bila ditempuh dengan motor.
Sesuai namanya, wilayah ini memanglah (bakalan) Mulia dan Jaya, mulia karena sikap tenggang rasa dan kebersamaan penduduk yang masih terjaga, ditunjukkan dalam berbagai kegiatan misalnya gotong royong dalam berbagai hal mulai dari pembenahan jalan kampung hingga membantu memanen hasil kebun, hal inilah yang menjadikan hubungan kekerabatan yang erat antar penduduk. Kemudian jaya sebab potensi sumber daya alamnya yang melimpah; coklat, kopi, karet, jahe dan cabe. Yah... jika dua hal ini masih dipertahankan, dalam waktu dekat wilayah ini akan menjadi mulia dan jaya sesuai keinginan warganya yang bersemangat untuk maju.
Daerah dengan 434 KK ini terdiri dari tujuh dusun, yakni dusun  Rindu Hati, Tanjung Aman, Tanjung Jaya, Sinar Terang, Sinar Jaya, Sinar Mulya dan Sinar Jawa. Nah, diantara dusun Sinar Jaya dan Sinar Jawa inilah aku tinggal, tepatnya di SDN Mulya Jaya. Tahun lalu, di wilayah yang memiliki luas 1.333 Ha ini masih dalam “kegelapan”. Gelap karena memang belum adanya penerangan listrik yang menjamah kawasan dengan jumlah penduduk ± 1.996 jiwa ini. Ditambah lagi oleh akses transportasinya yang sulit, membuat Mulya Jaya makin jauh dari keramaian. Barulah semenjak awal tahun 2013 lalu warga bisa memanfaatkan akses jalan yang “lancar” dan dialiri listrik 24 jam non stop yang bersumber dari PLN Rebang Tangkas.
Berpose di Depan Istanaku SDN Mulya Jaya

Tidak seperti perkotaan, akses komunikasi di Mulya Jaya sangat terbatas, hanya dua provider saja yang dapat digunakan disini. Itupun diperoleh dengan perjuangan yang tak tanggung-tanggung, harus memanjat pohon  hingga ketinggian tertentu dan hanya pada pohon dan titik-titik serta waktu-waktu tertentu saja bisa mendapati sinyalnya.
Seperti malam ini. Warga Mulya Jaya lagi ngumpul di lapangan kecil di sudut istana tempatku tinggal. Semula kukira ada acara kondangan atau pasar malam ala Mulya Jaya. Ternyata bukan. Untuk apa lagi kalau bukan mencari sinyal agar bisa menjalin komunikasi di dunia maya sana. Akupun ikut nimbrung.
Hingga larut malam aku ditemani oleh sahut-menyahut suara speaker ponsel memenuhi lapangan tanpa penerangan malam ini. Geli rasanya melihat gaya setiap orang bercakap-cakap di dunia mayanya sendiri. Ada yang berteriak-teriak layaknya orang gila sebab sinyal komunikasi putus-nyambung-putus-nyambung, ada yang bersunggut-sunggut ulah digangguin nyamuk segede orang di bawah pohon bersinyal dalam semak-semak. Bahkan ada yang berjuang setengah hidup setelah terjerembab jatuh gara-gara memanjat pohon keramat demi meraih satu sinyal.
Seorang Warga  di Pohon Sinyal

Aku tertawa tertahan sekaligus salut. Setiap kejadian memang ada hikmahnya. Sungguhpun dalam keterbatasan, tak menyurutkan semangat warga khususnya pemuda Mulya Jaya untuk menjalin komunikasi dengan dunia luar sana. Dan dalam peristiwa langka inilah aku berkenalan dan mendapati banyak teman yang akan mengantarkanku menuju Baradatu nantinya. (Hehehehe). Ah, memanglah putus sinyal, sambung silaturahim.۩

0 komentar: