Minggu, 05 Januari 2014

Rihlah Eratkan Ukhuwah


01 Januari 2014
Sembilan bulan sudah aku menjejaki Bumi Petani. Tiada terasa detik sudah berubah membentuk tahun. Pergantian tahun kali ini bertepatan dengan liburan sekolah. Itu artinya, mau ataupun tidak aku mesti turut mengisi holiday yang sudah menghampiri (maklum sajalah ya, hehehe).
Bersama seorang teman dan didampingi seorang guide, berangkatlah aku menuju Ibukota Provinsi. Membutuhkan waktu sekitar lima jam dari Way Kanan, tibalah kami di Kota Bandar Lampung.
Seseorang mendekati kami sesaat setelah menginjakan kaki di Terminal Rajabasa. (Dugaanku siapa gitu. Eh, teman Santi nyatanya).
Oya, hampir kelupaan. Kenalkan dulu Santi, teman seangkatan di Sekolah Guru, tengah penempatan di sekolah dasar Cilograng, Banten. Dialah yang kumaksud selaku guide selama liburan ini. Dara Gunung Labuhan ini Mulang tiuh (balik kampung) bertepatan dengan rencanaku hendak menjajah Kota Gajah. Pucuk dicinta ulam tiba. Ya, hitung-hitung silatuhrahim, jadilah dua-tiga pulau terlampau hanya dengan sekali menganyuh biduk, hehehe.
Indah (begitulah nama teman Santi yang mendekati kami tadi) memperkenalkan diri. Tak lama, dia mengajak kami menembus pagar besi terminal yang bolong (entah dimakan apa?). Dalam hati, aku masih bertanya-tanya, hendak diangkutnya kemana kaki ini? Lima menit berlalu, kami memasuki (serupa) kawasan perumahan. Masuk gang, lalu belok kiri, lanjut belok kanan, tampak tanda G7. Melangkah delapan meter kedepan, sampailah kami di tempat yang dimaksud.
“Nah, Uda dan Mas nginep disini selama di Karang” senyum mahasiswi berjilbab biru laut itu. Kami manggut tak banyak tanya. Ternyata Santi dan Indah ‘menitipkan’ kami di Base camp pelajar Unila.
“Kita tinggal bentar ya, Uda” tambah Santi berlalu meninggalkan kami.
Aku dan Opick (teman satu perjuangan penempatan Bumi Petani) serempak mengucapkan salam pada pemilik rumah. Tergopoh-gopohlah seorang pemuda (sepertinya dia masih mahasiswa) menyambut kedatangan kami. Wajahnya menyejukan apalagi ditambah senyum, ada tanda hitam di dahinya, pertanda sering digunakan sujud.
“Budi...” dia menyebutkan nama. Kamipun berjabat tangan dan memperkenalkan diri.
“Dari Sekolah Guru ya, Mas? Silahkan masuk” ajaknya ramah. Kami mengekor dibelakang pemuda tahun akhir di FKIP Unila itu. Di rumah tingkat dua itu kami mendapati banyak pelajar -teman seperjuangan- yang berdatangan dari berbagai penjuru negri. Rumah itu merupakan istana KAMMI Unila. Berada di dalamnya membuka memori lamaku, teringat masa-masa meraup ilmu di kampus hijau dulu. Ya, disini serasa di kampus Andalas, bisa dikata tiada beda sedikitpun. Oh, indahnya ukhuwah...
Usai memperkenalkan diri dan ngomong ngalor-ngidul, sayup-sayup azan Dhuhur berkumandang. Kami larut dalam curahan hajat pada Sang Pencipta siang cerah itu.
Habis IshoMa, kami melaju menuju Balai Buku dan Gramedia Bandar Lampung. Buat apalagi kalau bukan untuk memperkaya pengetahuan sekaligus menambah koleksi dalam jajaran pustaka pribadi. Aku menenteng dua buku: Memang Jodoh dan Da Conspiracao.
Senja menjelang, gelap dan rinai diluar sana belum juga beringsut pergi. Azan Maghrib telah berkumandang, setengah berlari kami menuju mushalla guna menunaikan kebutuhan ruhiyah. Jam mengukir angka 19.32, ninja yang dikendarai Opick bagai kilat menghampiri Istana KAMMI. Rihlah hari pertama ini diakhiri syukur dalam dekapan shalat Isya di Base KAMMI.

02 Januari 2014
Aku tersentak. Opick menyadarkanku dari lelap. Seberkas sinar mentari yang menelusup lewat ventilasi mencium wajahku mesra. Aku tiada ‘sadarkan diri’ selepas Al-ma’tsurat usai subuh tadi.

 “Ente ikut kagak?!” Opick setengah berteriak. Aku menggeliat, mengernyitkan dahi.
“Kemana?”
“Riyadho!” keningku makin mengerut.
“Lekaslah bangun Akhy! Bukankah mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah SWT ketimbang mukmin yang lemah?”
“Ayo, kita tunaikan kesukaan ente itu, Berenang!”
“WHAT? BERENANG?!”
Air mukaku berbinar cerah, senyum tersungging. Berenang memang hobiku. Tiada ba-be-bo, kucampakkan selimut yang sedari tadi memeluk tubuhku. Kukejar Opick yang telah menanti bersama Agus, Rizki, dan Dian.
“Cuci muka dulu, Akh!” kata Agus dari belakang stir Avanza silvernya. 



“Emoh, kan mau mandi juga!” jawabku sekenanya diikuti tawa.
Kolam renang Unila berada tak jauh, posisinya tepat dibelakang istana KAMMI. Terdapatnya kebun yang memenuhi belakang jalanan belakang istana itulah yang menjadi sebab kami harus mengambil jalan memutar. Lima menit terlalui, kami sampai di pintu masuk kolam renang. Disana kami disambut Iman dan Azam. Mereka berdua sepupu Agus.



Arloji tersenyum memamerkan angka 08.10. kami memulai aksi, melayang kesana kemari dengan napas ngos-ngosan, Iman memasang kacamata renangnya. Dia baru belajar rupanya, tengoklah pada kedalaman satu setengah meter sana, dia dibantu Azam dan Agus. Melihatnya, senyumku mekar, ada ide brilian terlintas di benakku. Segera loncatan tertinggiku membelah air, kuarungi kolam menuju Iman, hahaha kukerjai dia. Kasihan Iman, terpekik memohon pertolongan.


Dua jam berendam. Kulit pucat pasih dibuatnya. Tapi girang hati tiada terkira. Kurasakan kembali hadirnya. Yap, betul sekali! Indahnya Ukhuwah...
Selepas dhuhur, kendaraan melaju kencang. Kami dibawa Agus, Putra, Rizki, dan Miko menuju Simpur Center, Yellow Bamboo dan Pasar Tengah. Disana kami membeli beberapa keperluan buat display sekolah nantinya sekalian wisata kuliner, hehehe. Puas terbayarkan. Kami kembali  ke istana KAMMI. Rihlah kedua hari ini di tutup dengan dekapan shalat Isya.
Sebelum kubaringkan badan di peraduan, kutarik napas panjang, kurasakan sisa oksigen menyegarkan pikiran. Malam ini, bahagia kurasa tiada terkata. Bahagia. Cuma Bahagia! Bahagia sekali! Oh, indahnya Ukhuwah... Bismikallahhumma ahya wa amuut.

03 Januari 2014
Sarapan sudah. Memuaskan jemari di tuts keyboard sudah. Tiba-tiba ponselku menangkap sebuah pesan. Bersama Opick dan guide, kularikan kaki ke Pasar Tengah. Kebutuhanku belum terpenuhi dihari kemarin, sekerang akan kutunaikan segera. Ondeh mandeh... oleh-oleh!
Jum’atan di Taqwa, bakda itu kami mengitari kota Karang hingga ashar menjelang. Lepas ashar, kami singgah di Son Haji, mengisi sumatra tengah yang sedari tadi sibuk menanyikan lagu keroncong. Alhamdulillah... kenyang!



Rihlah dilanjutkan ke Fajar Agung, dan kembali lagi ke istana KAMMI menjelang maghrib. Istana KAMMI makin ramai rupanya, aku menemukan banyak teman seperjuangan. Lagi-lagi hatiku berkata “Pertemuanku dengan banyak orang, mengajarkanku berbagai hal.”

04 Januari 2014
Sang guide telah mengayuh biduk ke tanah Banten semalam. Dia akan melanjutkan perjuangan memajukan anak negri. Sedang kami? Kami ditinggal disini, di istana KAMMI. Tak apalah, Sayounara...
  
  Pagi ini, aku dan Opick hendak berenang di Unila lagi. Sepertinya dia semangat betul. Tak heran, teman yang satu itu akan menaklukan Semeru bulan empat depan. Jadi, perlu warming up dulu sebelum hari-H. Semangat Akhiy! Jangan lupa Edelweis-nya nanti ya. Hehehe.
   
 Usai memuaskan hati nyebur di kolam Unila. Dalam salah satu kamar di istana KAMMI, bersama Opick, kukemasi barang-barang sembari berkelakar riang memenuhi bilik istimewa tersebut. Tiba-tiba Agus dibarengi Iman memasuki kamar.
    
“Lagi berkemas ya, Akh?” sapanya lembut. Kami mengangguk.
    
“Sudah selesaikah?” lanjutnya.
   
 “Khadu, sudah!” jawabku menarik garis bibir, tersenyum. Agus mendekati kami dan mengeluarkan sebuah kotak terbungkus plastik putih.
   
 “Ini akh, kenang-kenangan dari Ane. Tak seberapa. Tapi, Ane berharap sekali antum berkenan menerimanya.”



Aku terdiam, berhenti sejenak menatap Agus dan Iman bergantian. Ruangan hening. Kenapa mesti ngasih kenang-kenangan pula? Bukankah tiga bulan lagi kita jumpa kembali? (InsyaAllah). Sempat kutolak halus. Namun, Akh Agus mengangguk penuh harap. Mataku menatap langit-langit kamar, menahan manik-manik air yang siap menobrak kelopak mata, menari-nari hadis Nabi SAW diatas kepala.”Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena hadiah itu dapat mewariskan rasa cinta dan menghilangkan kekotoran hati (Thabrani)”   
Aku malu. Malu pada diri sendiri. Kutahu kini kenapa Agus menganugrahkan hadiah buat kami. Salut pada Akh Agus, salut sebab dia telah mengamalkan hadis Nabi tersebut. Sedang aku? Teramat jarang berbuat begitu. Oh Indahnya Rihlah... Kau ingatkan diri ini, Kau eratkan Ukhuwah ini!
   
 “Syukron Akhy...”


Siang ini, kutuju terminal diantar Rizki dan Miko, aku beranjak balik menuju Bumi Petani. Rihlah kali ini berhasil membuat semangatku membara kembali. Bagai di-cas lagi setelah sekian lama tiada mendapati charger-nya; Tilawah, Dhuha, Tahajud, Sedekah, dan ukhuwah itulah sebagian rahasianya. Oh Indahnya Rihlah... Kau ajarkan lagi hal yang belum kupahami, kau ingatkan kembali hal yang selama ini kutinggali, Kau eratkan Ukhuwah ini! ۩

Sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati ini telah berpadu
Berhimpun dalam naungan dalam cinta-MU
 Bertemu dalam ketaatan bersatu dalam perjuangan menegakan syariat dalam kehidupan
Kuatkanlah ikatannya kekalkanlah cintanya tunjukilah jalan-jalannya Terangilah dengan cahaya-MU yang tiada pernah padam  ya Robbiy bimbinglah kami
Lapangkanlah dada kami dengan karunia iman dan indahnya tawakal pada-MU
Hidupkan dengan makrifat-MU matikan dalam syahid dijalan-MU Engkaulah pelindung dan pembela


_Tanjung Karang, Pekan awal Januari 2014_

0 komentar: