Terpisah Pergi
Beberapa pekan belakangan, ingatanku memutar
waktu. Bayangan beliau menari-menari diatas kepala, mengggodaku. Tak tahu
kenapa. Mengobati kegundahan yang kurasa, kuabadikan detik-detik terakhir itu. Ya,
Terpisahkan...
Aku tak percaya. Sungguh! Serasa baru kemarin
pertemuan itu berlangsung. Bermula dari sebuah pertanyaan yang kuajukan saat
kuliah, lalu berdiskusi hangat, berlanjut kisahnya tentang memaknai hidup dan
masa depan, akhirnya keakraban itu tercipta. Bak karang dilautan, hatiku tetap
pada pilihan, meneliti mikroalga.
Pucuk dicinta, ulam tiba.
Beliau bersedia menerimaku sebagai anak bimbingannya guna menuntaskan tugas akhirku di Kampus
Hijau ini. Bahagiaku mengangkasa.
Terasa sangat. Beliau
betul-betul membimbingku, memberi arah, tanpa meninggalkan cela sakit di hati
ini. Tiada sungkan melayani, meski terkadang aku dibuatnya malu sendiri. Dan kagumku pun memuncak. Tak ada istilah formal berlaku.
Dalam perjalanan, di koridor kampus, bahkan disela-sela kerja mengambil sampel
di lapangan, beliau tetap membantu. Dengan penuh kesabaran, tiada lelah (dan
tak hendak menampakkan keletihan di wajahnya) tetap membimbingku, perlahan
hingga pahamku datang. Sungguh menginspirasiku kini, bahwa "Mengajar dan
mendidik tak harus terkungkung dalam ruang kelas nan (terkesan serba)
formal" inilah yang menjadikanku lekas akrab dengan beliau.
Masih menari-nari bayangan
itu dipelupuk mata. Perjalanan bersama, berpetualang menaklukan Danau Kembar,
Singkarak, Maninjau. Pun sungai di Sumatra Barat. Dari Pesisir, Padang,
Pariaman, Pasaman, Bukittinggi. Semuanya! Ya, beliau ajar aku demikian.
Kini kabar itu tiba-tiba
datang. Innâlillahi wa innâilahirôji'un. Beliau pergi untuk selama-selamanya.
Terpisahkan...
Selamat jalan Bapak
Afrizal, S. MS, pembimbingku. Inspirator hidupku. Ketulusan dan kebaikan hatimu
kan kukenang selalu.[]
Leave a Comment