Berbagi Dalam Kesempitan
D
|
alam keadaan
lapang tentunya sangat ringan tangan ini untuk berbagi dengan sesama dan banyak
orang yang akan sanggup untuk melakukannya. Lain halnya kalau
berbagi dalam kesempitan, sangat sukar kita temukan orang yang bisa berbuat
demikian.
Ketang
dan Sainah merupakan warga Mulya Jaya yang tinggal di dusun Sinar
Jaya Kab. Way Kanan. Melihat keadaannya, seharusnya pasangan suami istri inilah yang berhak menerima bantuan dari orang
lain. Namun,dua orang yang sudah uzur ini mampu berbagi dengan sesama meski
keadaannya sangat memprihatinkan.
Ketang
dilahirkan di Blitar 80 tahun silam, ketika Belanda masih menduduki bangsa ini.
Dia tak sempat menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR), yaitu
sekolah yang setara dengan Sekolah Dasar (SD) saat ini. Karena memang keadaan
yang membuatnya demikian. Semasa remaja, kakek 12 cucu ini sempat mengecap
pedihnya romusha jajahan Jepang. Diceritakannya bahwa dia pernah disiksa;
dipukul dan dicambuk di tengah teriknya matahari. Namun, mengingat akan masa
depannya masa ada, dia mencoba untuk tetap bertahan menghadapi perlakuan Jepang
terhadapnya dan teman seperjuangannya.
Setelah
negara ini dinyatakan bebas dari penjajahan Jepang, Ketang mengadu nasib di pulau Andalas, Lampung Tengah. Di
kabupaten inilah anak kelima dari enam bersaudara ini menemukan tambatan
hatinya. Sainah nam
anya. Ditemani empat
buah hatinya, Ketang dan Sainah mengarungi bahtera rumah tangga dengan harmoni
selama satu dekade di Lampung Tengah ini.
Sekitar
tahun 70-an, Ketang membawa Sainah ke
daerah yang saat ini mereka tempati, Mulya Jaya. Boleh dikatakan Ketang
termasuk salah seorang yang membuka perkampungan ini. Selama Mulya Jaya
berdiri, selama itulah Ketang dan Sainah tak berhenti untuk saling berbagi dan
membantu baik sesama warga maupun para pendatang. Setiap orang yang meminta
bantuan dari kakek yang semasa mudanya berprofesi sebagai pedagang ini, sebisa
mungkin dia akan memberi bantuannya.
Pernah
suatu kali, saya kehabisan bahan makanan. Tanpa diminta dia membawakan saya secanting (sekitar 1.5 liter) beras. Saya
ulurkan tangan untuk “membayar” beras yang diberikan, namun dia menolaknya. “Kita
mesti saling membantu sesama perantau” Katanya sembari ketawa memperlihatkan giginya
yang tak cukup lagi. Kali lain, di hari yang hampir di balut kelamnya malam,
dia tergopoh-gopoh mengantarkan sepiring goreng singkong ke tempat saya. Saya
terima dengan penuh kebahagiaan. “Coba kalau semua orang berbuat seperti ini.
Saling berbagi; Berbagi dalam keadaan lapang atau sempit. pasti kesejahteraan
itu akan tercipta” gumamku. ۩
Leave a Comment