Terpaut Hati Manjadi Guru
D
|
ia terlahir
sebagai anak bungsu dari sepuluh bersaudara 28 tahun silam, tepatnya 07
September 1985. Riwayat pendidikan dan
masa remajanya dihabiskannya di kampung kelahirannya di Lampung Tengah. Edi
Sujoko, itulah nama yang disematkan oleh or
ang tuanya padanya.
Semenjak 2005 hingga saat ini dia tercatat sebagai seorang guru (honorer) di
SDN Neki Kec. Banjit Kab. Way Kanan.Tak pernah sedikitpun terbersit dalam
pikirannya untuk menjalani profesi sebagai guru, karena memang cita-citanya
bukanlah demikian. Menjadi seorang pengusaha merupakan dambaan hidupnya
semenjak kecil. Hingga suatu ketika hatinya terpaut untuk mengabdikan diri
sebagai seorang pengajar.
Tahun 2003, Edi menyelesaikan
pendidikannya di bangku SMA. Dia mencoba mengadu peruntungan di Universitas Lampung melalui
jalur SPMB. Sesuai keinginannya, dia memilih jurusan ekonomi. Rasa campur aduk
menyertainya sewaktu hari pengumuman tiba. Di pelupuk matanya telah menari-nari
bayangan dirinya sebagai seorang entrepreneurship.
Namun, nasib belum berpihak padanya. Dia belum dinyatakan sebagai mahasiswa
ekonomi di Unila.
Setahun Edi mengisi hari-harinya
sebagai seorang sopir angkutan. Gagal mewujudkan impiannya sebagai mahasiswa
ekonomi tidak membuat dirinya berputus asa. Tahun 2004, Edi kembali mencoba
mengikuti SMPB dengan pilihan jurusan yang sama, ekonomi. Lagi-lagi Edi
dinyatakan belum lulus. Rasa pesimis meraih impian perlahan hinggap di relung
hatinya. Setelah memikirkan
matang-matang, akhirnya dia merantau ke kota Bandar Lampung. Disana dia
melakoni profesi sebagai krenek bus
antar kota.
Setahun
sudah terlalui. Pada 2005, Edi menerima
ajakan ayuk-nya ke Neki, daerah perantauan sang kakak. Di Neki dia membantu
sang kakak yang berprofesi sebagai guru. Hingga suatu hari dia ditawari untuk mengajar di salah satu
sekolah dasar (SD) yang berada pada dusun di Kecamatan Banjit itu. Kebimbangan
menghantui pikirannya. Dalam benaknya terbayang selembar ijazah
keguruan/kependidikan yang mesti dipenuhi bila hendak menjadi seorang pengajar.
Sementara dirinya hanya lulusan sekolah lanjutan atas. Namun, pikiran tersebut
mampu ditepisnya berkat anjuran sang kakak untuk kuliah sambil mengajar. Akhirnya
diterimanya tawaran tersebut. Untuk membiayai hidup dan kuliahnya, Edi meminjam
kebun warga di tempatnya tinggal untuk digarap. Setiap hari sehabis mengajar Edi
langsung membenahi dan mer
awat kebun singkongnya yang berada tak jauh dari
rumah kontrakkannya.
Bukannya
tidak ada tantangan dan hambatan bagi lelaki yang masih lajang ini selama menjalani
hari-harinya sebagai seorang guru. Pernah suatu ketika nyawanya terancam,
dirinya diserang dengan golok oleh
wali murid. Pasalnya, siswanya menangis setelah dinasehati agar tak berkelahi,
lalu mengadu pada orang tuanya sepulang sekolah. Orang tua siswa tersebut tak terima
anaknya diberi teguran dan mengatakan bahwa Edi tidak becus dalam mengajar. Peristiwa tersebut membuat Edi down. Sempat terlintas di otaknya untuk berhenti
mengajar. Namun, kembali semangatnya pulih setelah guru senior mengingatkannya
bahwa menjadi guru bukan sekedar mengajar. Tetapi lebih dari itu; mendidik
karakter siswa sekaligus merubah mind set
orang tuanya tentang pendidikan. Guru merupakan profesi yang mulia yang merupakan
jalan perantara menuju surga. Semenjak saat itu, Edi lebih tenang dan enjoy menjalani aktivitasnya selaku guru. Kini, pria yang hobi main
bola kaki dan memetik gitar ini tengah
berbahagia sebab beberapa bulan ke depan akan memasang toga di kepalanya,
wisuda. Ijazah keguruan akan diperolehnya dari Universitas Terbuka Banjit
tempat dimana dia menimba ilmu. Semoga semangatnya menjadi guru tak luput di makan
masa. ۩
Leave a Comment