Kamis, 16 Mei 2013

Terpaut Hati Manjadi Guru


D
ia terlahir sebagai anak bungsu dari sepuluh bersaudara 28 tahun silam, tepatnya 07 September 1985.  Riwayat pendidikan dan masa remajanya dihabiskannya di kampung kelahirannya di Lampung Tengah. Edi Sujoko, itulah nama yang disematkan oleh or ang tuanya padanya. Semenjak 2005 hingga saat ini dia tercatat sebagai seorang guru (honorer) di SDN Neki Kec. Banjit Kab. Way Kanan.Tak pernah sedikitpun terbersit dalam pikirannya untuk menjalani profesi sebagai guru, karena memang cita-citanya bukanlah demikian. Menjadi seorang pengusaha merupakan dambaan hidupnya semenjak kecil. Hingga suatu ketika hatinya terpaut untuk mengabdikan diri sebagai seorang pengajar.
            Tahun 2003, Edi menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA. Dia mencoba mengadu  peruntungan di Universitas Lampung melalui jalur SPMB. Sesuai keinginannya, dia memilih jurusan ekonomi. Rasa campur aduk menyertainya sewaktu hari pengumuman tiba. Di pelupuk matanya telah menari-nari bayangan dirinya sebagai seorang entrepreneurship. Namun, nasib belum berpihak padanya. Dia belum dinyatakan sebagai mahasiswa ekonomi di Unila.
            Setahun Edi mengisi hari-harinya sebagai seorang sopir angkutan. Gagal mewujudkan impiannya sebagai mahasiswa ekonomi tidak membuat dirinya berputus asa. Tahun 2004, Edi kembali mencoba mengikuti SMPB dengan pilihan jurusan yang sama, ekonomi. Lagi-lagi Edi dinyatakan belum lulus. Rasa pesimis meraih impian perlahan hinggap di relung hatinya. Setelah memikirkan  matang-matang, akhirnya dia merantau ke kota Bandar Lampung. Disana dia melakoni profesi sebagai krenek bus antar kota.
Setahun sudah terlalui. Pada 2005, Edi menerima ajakan  ayuk-nya ke Neki, daerah perantauan sang kakak. Di Neki dia membantu sang kakak yang berprofesi sebagai guru. Hingga suatu  hari dia ditawari untuk mengajar di salah satu sekolah dasar (SD) yang berada pada dusun di Kecamatan Banjit itu. Kebimbangan menghantui pikirannya. Dalam benaknya terbayang selembar ijazah keguruan/kependidikan yang mesti dipenuhi bila hendak menjadi seorang pengajar. Sementara dirinya hanya lulusan sekolah lanjutan atas. Namun, pikiran tersebut mampu ditepisnya berkat anjuran sang kakak untuk kuliah sambil mengajar. Akhirnya diterimanya tawaran tersebut. Untuk membiayai hidup dan kuliahnya, Edi meminjam kebun warga di tempatnya tinggal untuk digarap. Setiap hari sehabis mengajar Edi langsung membenahi dan mer awat  kebun singkongnya yang berada tak jauh dari rumah kontrakkannya.
 Bukannya tidak ada tantangan dan hambatan bagi lelaki yang masih lajang ini selama menjalani hari-harinya sebagai seorang guru. Pernah suatu ketika nyawanya terancam, dirinya diserang dengan golok oleh wali murid. Pasalnya, siswanya menangis setelah dinasehati agar tak berkelahi, lalu mengadu pada orang tuanya sepulang  sekolah. Orang tua siswa tersebut tak terima anaknya diberi teguran dan mengatakan bahwa Edi tidak becus dalam mengajar. Peristiwa tersebut membuat Edi down.  Sempat terlintas di otaknya untuk berhenti mengajar. Namun, kembali semangatnya pulih setelah guru senior mengingatkannya bahwa menjadi guru bukan sekedar mengajar. Tetapi lebih dari itu; mendidik karakter siswa sekaligus merubah mind set orang tuanya tentang pendidikan. Guru merupakan profesi yang mulia yang merupakan jalan perantara menuju surga. Semenjak saat itu,  Edi lebih tenang dan enjoy menjalani aktivitasnya selaku guru. Kini, pria yang hobi main bola kaki dan  memetik gitar ini tengah berbahagia sebab beberapa bulan ke depan akan memasang toga di kepalanya, wisuda. Ijazah keguruan akan diperolehnya dari Universitas Terbuka Banjit tempat dimana dia menimba ilmu. Semoga semangatnya menjadi guru tak luput di makan masa. ۩

0 komentar: